MU vs Liverpool 7-0 Susunan Pemain
score.co.id – Tanggal 5 Maret 2023 menjadi hari kelam bagi Manchester United. Di hadapan 53.001 pasang mata di Anfield, Setan Merah ditumbangkan Liverpool dengan skor telak 0-7—kekalahan terbesar sepanjang sejarah mereka di Liga Premier. Lebih dari sekadar angka, pertandingan ini mengungkap krisis mental, taktis, dan karakter yang membayangi ambisi Erik ten Hag. Simak analisis mendalam dari sudut pandang taktis, psikologis, dan historis.
Panggung Rivalitas Abadi: MU yang Terlalu Percaya Diri
Manchester United tiba di Merseyside dengan angin kemenangan di punggung mereka. Gelar Piala Liga yang baru diraih dan rentetan 11 laga tanpa kekalahan seolah menjadi tameng. Tapi Anfield bukan Old Trafford. Sejak awal, The Reds menunjukkan intensitas berbeda: pressing tinggi, transisi kilat, dan ketajaman di lini depan.
Ten Hag mempertahankan formasi 4-2-3-1, tetapi memilih Diogo Dalot ketimbang Aaron Wan-Bissaka di bek kanan—keputusan yang kelak jadi bumerang. Sementara Jürgen Klopp memainkan trik dengan menurunkan Harvey Elliott, pemain muda berprofil rendah yang justru menjadi kunci pergerakan kreatif Liverpool.

Babak Pertama: Bunga-bunga Sebelum Badai
45 menit pertama berjalan alot. United bahkan sempat mengancam lewat tembakan Bruno Fernandes dan Marcus Rashford yang melebar. Namun, di menit ke-43, Cody Gakpo—pemain yang pernah dikaitkan dengan MU—mengubah suasana. Umpan terobosan Andrew Robertson memecah belah pertahanan, dan Gakpo mengakhiri dengan sentuhan dingin. Skor 1-0 bertahan hingga turun minum, tapi ini baru permulaan.
Ledakan di Babak Kedua: 6 Gol dalam 45 Menit Mematikan
Titik balik terjadi segera setelah jeda. Liverpool menggempur dengan tiga gol dalam 10 menit:
- 47’: Darwin Núñez menyundul umpan silang Harvey Elliott.
- 50’: Gakpo mencetak gol keduanya lewat chip elegan melewati David de Gea.
- 66’: Mohamed Salah merobek jala gawang setelah memanfaatkan blunder Luke Shaw.
Tiga gol tambahan dari Salah (83’), Núñez (75’), dan Roberto Firmino (88’) menyempurnakan pembantaian. Enam gol di babak kedua—tercepat dalam sejarah rivalitas ini—menjadi bukti betapa rapuhnya pertahanan MU di bawah tekanan.
Mengurai Penyebab Runtuhnya Benteng Setan Merah
- Mentalitas yang Ambruk
Setan Merah kehilangan kepemimpinan di lapangan. Bruno Fernandes—sang kapten—lebih sibuk mengeluh ke wasit ketimbang memotivasi rekan. Roy Keane menyindir: “Mereka bermain seperti tim yang tak punya harga diri.” - Kegagalan Taktik Ten Hag
Strategi bertahan tinggi (high line) tanpa intensitas pressing malah membuka ruang bagi trio Salah-Gakpo-Núñez. Casemiro dan Fred kewalahan menutup pergerakan Elliott yang cerdik mencari celah. - Kinerja Individu di Bawah Standar
Luke Shaw melakukan 4 kali kesalahan yang berujung gol—catatan terburuk bek MU dalam satu laga. Di sisi lain, De Gea tampil lamban, terutama dalam menghadapi tembakan jarak dekat.
Dampak Pasca-Pertandingan: Trauma yang Berkepanjangan
Kekalahan ini bukan sekadar angka. Erik ten Hag disebut-sebut mengunci pemain di ruang ganti selama 1 jam, memaksa mereka mendengar suara sorakan fans Liverpool. Langkah drastis diambil: latihan ekstra, sesi terapi psikologis, hingga ancaman degradasi ke tim U-21.
Bagi Liverpool, ini adalah kebangkitan simbolis. Mohamed Salah—dengan dua golnya—kini memecahkan rekor Robbie Fowler sebagai pencetak gol terbanyak The Reds di Liga Premier (129 gol). Momentum ini menjadi katalisator untuk menyelamatkan musim yang sempat suram.
Angka-Angka yang Mengejutkan
- MU hanya menembak 4 kali ke gawang (50% akurasi), sementara Liverpool 8 dari 18 percobaan.
- The Reds menguasai bola hampir 60% dan menciptakan 4 peluang besar di babak kedua.
- Ini kekalahan terbesar MU sejak 1931, sekaligus kemenangan tertinggi Liverpool dalam sejarah derby Barat Laut.
Refleksi Akhir: Pelajaran dari Jurang Kehancuran
Pertandingan ini mengajarkan bahwa sepak bola modern tak hanya tentang taktik, tapi juga mental. MU—dengan segala sumber daya—ternyata masih rapuh di bawah tekanan rivalitas kelasik. Bagi Liverpool, ini pengingat bahwa Anfield tetap menjadi benteng yang menakutkan.
Yang tersisa kini adalah pertanyaan besar:
Bisakah Ten Hag membangun kembali kepercayaan diri skuad? Atau inilah awal dari krisis baru yang lebih dalam? Jawabannya akan menentukan nasib Setan Merah di sisa musim—dan mungkin masa depan sang pelatih.