Score – KTT Iklim pertama Afrika dibuka di ibukota Kenya pada Senin di mana para delegasi bertujuan untuk menentukan posisi bersama sebelum konferensi global yang akan datang, serta mendiskusikan bagaimana pendanaan untuk prioritas isu lingkungan benua.
Pelaksana KTT mengatakan mengantisipasi ratusan juta dolar dalam bentuk kerja sama akan diumumkan pada KTT selama tiga hari itu, di mana mereka ingin menampilkan Afrika sebagai tujuan investasi iklim daripada sekedar korban banjir, kekeringan dan kelaparan.
Pada Senin, menteri-menteri lingkungan, eksekutif bisnis dan aktivis iklim akan mendiskusikan bagaimana meningkatkan pendanaan iklim dan pasar karbon, investasi terhadap penanganan kenaikan suhu dan transformasi sistem pangan.
Lebih dari 20 presiden dan kepala pemerintahan dijadwalkan untuk hadir pada Selasa yang merencanakan untuk mengeluarkan deklarasi untuk mengurai posisi Afrika sebelum konferensi iklim PBB di New York pada September dan KTT COP28 PBB di Uni Emirat Arab pada akhir November.
Dalam sambutan pembukanya, Menteri Lingkungan Hidup Kenya Soipan Tuya menekankan kondisi genting saat ini.
“Perdebatan mengenai iklim telah memasuki era baru. Bukan lagi hanya mengenai penanganan masalah lingkungan atau perkembangan, tapi membicarakan perubahan iklim dalam konteks keadilan,” kata Tuya.
“Jika kita tidak mengembangkan langkah respon yang memadai untuk menghadapi krisis perubahan iklim, itu akan menghancurkan kita,” tambahnya.
Pemimpin negara-negara Afrika mendorong instrumen pendanaan berbasis pasar seperti kredit karbon dalam upaya untuk mengumpulkan pendanaan yang disebut sangat lambat turunnya dari negara donor kaya.
Kredit karbon mengizinkan pencemar udara untuk mengimbangi emisi yang dikeluarkan dengan membiayai kegiatan-kegiatan termasuk penanaman pohon dan energi terbarukan.
Salah satu bank pinjaman terbesar di Republik Kongo, Rawbank, dan pedagang energi global Vitol mengumumkan investasi senilai 20 juta dolar (Rp304,8 miliar) pada Senin di energi terbarukan, penyediaan energi lain untuk memasak lebih bersih serta konservasi hutan di Kongo.
Namun banyak aktivis Afrika yang menentang pendekatan KTT tersebut kepada pendanaan iklim dan mengatakan bahwa usulan ditawarkan hanya memajukan prioritas negara Barat dan mengorbankan benua Afrika.
Para aktivis mengatakan kredit karbon dan instrumen pendanaan lainnya adalah dalih dari negara kaya dan perusahaan untuk terus menghasilkan polusi dan bahwa negara-negara Afrika harus menagih komitmen finansial negara donor yang telah dibuat untuk negara miskin namun hanya dipenuhi sebagian.
“Afrika perlu mendapatkan pendanaan dari negara-negara yang menjadi kaya dari penderitaan kita. Mereka berutang pada perubahan iklim,” ujar Mohamed Adow, Direktur Energi di lembaga think tank Power Shift Africa.
Negara-negara Afrika hanya menyumbang sekitar tiga persen emisi karbon global, menurut angka yang dikeluarkan PBB, namun mereka semakin terkena dampak cuaca ekstrem yang terkait dengan perubahan iklim, termasuk kekeringan terburuk di Tanduk Afrika dalam beberapa dekade terakhir.
Sumber: Reuters