Tragedi Arema vs Persebaya Penyelesaian konflik 2022

Perkembangan terbaru upaya damai dan langkah setelah insiden.

Tragedi Arema vs Persebaya
Tragedi Arema vs Persebaya

Tragedi Arema vs Persebaya

score.co.id – Bayangkan sebuah malam yang seharusnya penuh sorak sorai suporter sepak bola berubah menjadi duka mendalam dalam hitungan menit. Pada 1 Oktober 2022, Stadion Kanjuruhan, Malang, menjadi saksi bisu salah satu tragedi paling mematikan dalam sejarah sepak bola dunia. Kekalahan Arema FC 2-3 dari Persebaya Surabaya memicu kepanikan yang berujung pada 135 kematian dan ratusan luka-luka. Insiden ini bukan sekadar statistik, tetapi cerminan kegagalan sistemik yang memerlukan penyelesaian mendalam.

Artikel ini mengulas secara tuntas kronologi peristiwa, analisis penyebab, serta langkah-langkah penyelesaian konflik hingga April 2025. Dengan pengalaman lebih dari 20 tahun meliput sepak bola, saya akan membawa Anda menyelami fakta, dampak, dan harapan masa depan sepak bola Indonesia pasca-tragedi Kanjuruhan.

Kronologi Lengkap Tragedi Kanjuruhan

Malam itu, 1 Oktober 2022, Stadion Kanjuruhan dipenuhi ribuan suporter yang menantikan duel klasik Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Pertandingan dimulai pukul 20:00 WIB dengan tensi tinggi, khas rivalitas kedua tim. Namun, ketika peluit akhir berbunyi dan Persebaya unggul 3-2, kekecewaan melanda Aremania—sebutan suporter Arema. Kekalahan di kandang, yang terakhir kali terjadi 23 tahun lalu, memicu reaksi keras.

Perkembangan terbaru upaya damai dan langkah setelah insiden.
Perkembangan terbaru upaya damai dan langkah setelah insiden.

Ratusan suporter turun ke lapangan, mengejar pemain dan ofisial. Petugas keamanan, gabungan polisi dan steward, berusaha menghalau mereka. Dalam situasi kacau, keputusan fatal diambil: gas air mata ditembakkan ke tribun. Sebanyak 45 tembakan dilepaskan, 11 di antaranya dalam sembilan detik. Asap tebal menyelimuti udara, memicu kepanikan massal. Ribuan orang berdesakan menuju pintu keluar—terutama pintu 10 hingga 13 di tribun selatan—yang ternyata terkunci atau terlalu sempit.

Baca Juga  Marko Simic Dikabarkan akan Dipinjamkan oleh Persija Jakarta ke PSPS Pekanbaru

Korban berjatuhan. Ada yang terinjak, ada yang sesak napas akibat gas berbahan kimia keras seperti chloroacetophenone (CN) dan chlorobenzylidenemalononitrile (CS). Data resmi mencatat 135 orang tewas, termasuk anak-anak dan perempuan, dengan mayoritas berusia 12-24 tahun. Ratusan lainnya luka-luka, 21 di antaranya kritis.

Analisis Mendalam Penyebab Tragedi

Tragedi ini bukan kebetulan, melainkan hasil dari serangkaian kegagalan. Komnas HAM menyimpulkan bahwa penggunaan gas air mata berlebihan adalah penyebab utama. Tindakan ini melanggar regulasi FIFA, yang melarang penggunaan gas air mata di stadion. Amnesty International Indonesia menyebutnya “kekejaman yang tak bisa dimaafkan,” menyoroti pelanggaran HAM dalam insiden tersebut.

Namun, ada faktor pendukung lain yang tak kalah krusial:

  • Kegagalan Manajemen Kerumunan: Petugas keamanan tidak siap menghadapi ribuan suporter yang bergerak serentak. Koordinasi buruk memperparah situasi.

  • Waktu Pertandingan: Kick-off malam hari meningkatkan risiko kerusuhan, sebagaimana terbukti dalam sejarah sepak bola global. TGIPF menyebut ada “tekanan tertentu” yang memaksakan jadwal ini, meski rekomendasi awal menyarankan sore hari.

  • Emosi Suporter: Kekalahan Arema memantik amarah luar biasa, terutama karena rekor tak terkalahkan di kandang yang selama ini menjadi kebanggaan.

Analisis ini menunjukkan bahwa tragedi Kanjuruhan adalah puncak dari masalah struktural dalam pengelolaan pertandingan sepak bola di Indonesia.

Dampak Jangka Panjang dan Penyelesaian Konflik

Tragedi ini mengguncang sepak bola Indonesia hingga akarnya. Berikut adalah dampak serta upaya yang telah dan sedang dilakukan hingga April 2025:

Investigasi dan Langkah Hukum

Pemerintah segera membentuk TGIPF di bawah Menko Polhukam Mahfud MD untuk mengusut kasus ini. Enam tersangka ditetapkan pada Oktober 2022, termasuk Direktur PT LIB dan tiga polisi. Namun, proses hukum berjalan lambat. Hingga Oktober 2023, Komnas HAM menilai keadilan belum tercapai. Kontroversi muncul terkait peristiwa di pintu 13, di mana banyak korban ditemukan, tetapi bukti konkret masih kabur.

Baca Juga  Laga Persija vs PSIS Ditunda Hingga Waktu Terbaru

Hingga April 2025, belum ada vonis final yang dilaporkan. Amnesty International terus mendesak persidangan terbuka, sementara keluarga korban menanti kejelasan.

Peran PSSI dalam Penyelesaian

PSSI, sebagai induk sepak bola Indonesia, menjadi sorotan. Arema FC dilarang menggelar laga kandang hingga akhir musim 2022/2023, dan Ketua PSSI Mochamad Iriawan mengunjungi korban. Namun, desakan agar pengurus mundur tidak membuahkan hasil. Tuduhan “pembiaran” terhadap pelanggaran keselamatan oleh klub dan operator kompetisi ditolak PSSI, yang melempar tanggung jawab ke panitia lokal.

Reformasi Sistemik

Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi pada 2023, mencakup audit stadion, kerja sama dengan FIFA, dan perbaikan tata kelola sepak bola. PSSI mulai berkolaborasi dengan FIFA untuk merevisi regulasi keselamatan, tetapi implementasi masih parsial hingga 2025. Larangan suporter tamu di Liga 1 dipertahankan hingga 2024, sebagai langkah preventif.

Pada April 2025, Stadion Kanjuruhan lolos uji risiko polisi, membuka peluang laga Arema vs Persebaya kembali digelar di sana. Ini menandakan langkah maju, meski kecil, dalam pemulihan infrastruktur sepak bola.

Dampak Psikologis dan Sosial

Tragedi ini meninggalkan luka mendalam. Keluarga korban dan suporter yang selamat membutuhkan dukungan psikologis yang hingga kini belum optimal. Peringatan dua tahun pada Oktober 2024 di Malang dan kota lain menjadi bukti bahwa masyarakat masih menuntut keadilan.

“Kami siap bertanding di mana saja, tapi suporter harus belajar menerima kekalahan. Tragedi ini mengajarkan kita untuk lebih dewasa,” kata Husein Ghozali, pentolan Bonek Persebaya.

Tabel Data Korban Tragedi Kanjuruhan

Kategori

Jumlah

Meninggal Dunia

135 orang

Luka Berat

21 orang

Luka Ringan

304 orang

Kelompok Usia Mayoritas

12-24 tahun

Penutupan

Tragedi Kanjuruhan adalah cermin kegagalan kolektif yang merenggut 135 nyawa dan melukai ratusan lainnya. Meski langkah penyelesaian seperti investigasi, proses hukum, dan reformasi telah diambil, perjalanan menuju keadilan dan perbaikan masih panjang. Hingga April 2025, Stadion Kanjuruhan kembali dibuka, tetapi bayang-bayang tragedi tetap ada.

Baca Juga  Thom Haye Berpotensi Debut Lawan Persebaya, Duet dengan 3 Pemain Ini

Sepak bola Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar perbaikan stadion. Kolaborasi antara PSSI, pemerintah, klub, dan suporter harus diperkuat untuk memastikan keamanan dan integritas. Tragedi ini adalah panggilan untuk berubah—agar sorak sorai di stadion tak lagi berubah menjadi tangis.

Pantau terus perkembangan sepak bola Indonesia di score.co.id untuk berita terbaru dan analisis mendalam.