Spesialis mata ingatkan rokok dapat picu AMD yang berujung kebutaan

Spesialis mata ingatkan rokok dapat picu AMD yang berujung kebutaan

Score – Dokter spesialis mata sekaligus peneliti di Universitas Indonesia Dr. dr. Elvioza, SpM(K) mengingatkan bahwa rokok menjadi salah satu faktor risiko seseorang mengidap penyakit degenerasi makula terkait usia (AMD) yang dapat berujung pada kebutaan.

“Merokok menjadi faktor risiko yang utama. Sebagian besar perokok terkena AMD, perokok yang jangka panjang,” kata Elvioza di Jakarta, Kamis.

AMD adalah gangguan penglihatan akibat menurunnya fungsi makula pada mata. Makula adalah area yang sensitif terhadap cahaya dan bertanggung jawab untuk memastikan tajamnya penglihatan.

Penyakit degenerasi makulaterdiri dari dua tipe, yakni AMD kering dan basah. Elviozamengatakan kemungkinan penderita AMD basah menjadi buta mencapai 80 persen, sedangkan, kemungkinan penderita AMD kering menjadi buta hanya 10 persen dalam waktu sepuluh tahun.

Dia menjelaskan terdapat empat faktor risiko yang dapat menyebabkan AMD, yakni berusia lanjut atau di atas 75 tahun, merupakan keturunan atau memiliki saudara kandung dengan AMD, merokok, dan memiliki keturunan kaukasia. Oleh karena itu, kata Elvioza, orang berusia lanjut yang sewaktu muda suka merokok, kemungkinan besar menderita AMD.

“Jadi, perokok, genetik, dan usia adalah faktor risiko paling kuat untuk menderita AMD,” kata Elvioza.

Saat ini sudah ada inovasi yang dapat membantu pasien AMD untuk mengurangi risiko infeksi dan pendarahan saat perawatan, yakni faricimab.

“Faricimab dapat disuntikkan dengan interval selama empat bulan, sehingga suntikan diberikan lebih sedikit dibandingkan dengan obat anti-VEGF lainnya,” kata Elvioza.

Obat anti-vascular endothelial growth factor ​​​​​(​anti-VEGF), salah satu pengobatan degenerasi makula, lainnya mengharuskan pasien untuk menjalani penyuntikan tiap bulan. Sedangkan, faricimab hanya memerlukan penyuntikan sebanyak sekali dalam empat bulan.

Elvioza menjelaskan bahwa penyuntikan merupakan suatu tindakan pengobatan yang invasif karena memasukkan obat dari luar ke dalam bola mata.

Baca Juga  Kemenperin sebut sertifikasi ISPO diperluas hingga ke hilir

Risiko dari tindakan tersebut, ucapnya melanjutkan, adalah kemungkinan terdapat kuman yang terbawa pada saat penyuntikan. Oleh karena itu, semakin panjang interval penyuntikan, maka risiko infeksi akan semakin kecil.