Ruben Amorim nekat pasang Mount di posisi bek
score.co.id – Gerbang Old Trafford seakan tak lagi menjadi benteng yang ditakuti. Di tengah kegelapan musim 2024/25 yang kelam, sebuah keputusan taktis lahir dari ruang ganti yang penuh keputusasaan. Bayangkan sorak-sorai sirna, digantikan oleh senyapnya kekalahan beruntun. Di panggung inilah, sang nahkoda baru, Ruben Amorim, mengambil alih kemudi kapal yang nyaris tenggelam. Dan dalam upaya heroiknya untuk menyelamatkan kapal tersebut, ia membuat sebuah manuver yang mengguncang dunia sepakbola: menempatkan Mason Mount, sang gelandang serang bergaji fantastis, di posisi bek sayap kiri. Sebuah langkah yang oleh banyak orang disebut nekat, konyol, bahkan mengerikan. Tapi, apa yang sebenarnya terjadi di balik layar keputusan kontroversial ini? Apakah ini wujud dari kejeniusan taktis atau sekadar tanda kepanikan seorang manajer yang kehabisan akal?

Konteks Krisis di Old Trafford: Tekanan Ekstrem dan Pernyataan yang Mengguncang
Musim Tergelap Manchester United
Untuk memahami keputusan radikal Ruben Amorim, kita harus menyelami lebih dalam lautan masalah yang sedang menggenangi Manchester United. Musim 2024/25 tercatat sebagai salah satu periode tergelap dalam sejarah modern klub. Peringkat ke-15 di klasemen akhir Premier League bukan sekadar angka; itu adalah luka, sebuah catatan historis buruk yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah mereka. Suasana muram ini menjadi latar belakang ditunjuknya Amorim pada November 2024, menggantikan Erik ten Hag yang dianggap gagal.
Pernyataan Kontroversial Amorim
Namun, langkah pertamanya justru menuai badai. Dalam sebuah konferensi pers yang blak-blakan, Amorim dengan berani—dan bagi banyak pihak, tanpa tedeng aling-aling—melabeli skuad yang diwarisinya sebagai “mungkin, tim terburuk dalam sejarah Manchester United”. Pernyataan ini bagai petir di siang bolong. Pengakuan Mason Mount sendiri mengungkapkan betapa kata-kata itu terasa “menyakitkan” dan semakin meruntuhkan mental para pemain yang sudah berada di titik nadir.
Sebuah Strategi Psikologis yang Berisiko Tinggi
Narasi “Titik Nol”
Di balik pernyataannya yang kontroversial, Amorim sejatinya sedang memainkan permainan psikologis berisiko tinggi. Tindakan ini bukan sekadar luapan emosi, melainkan sebuah alat manajerial yang diperhitungkan. Dengan menciptakan narasi “titik nol”, ia secara strategis menurunkan ekspektasi publik dan media hingga ke level terendah. Ini memberinya ruang gerak dan waktu untuk bereksperimen tanpa beban target yang mustahil. Di sisi lain, ini adalah tantangan terbuka bagi para pemain: buktikan bahwa saya salah. Dalam lingkungan yang sudah dicap sebagai “terburuk”, kegagalan eksperimen taktis akan dianggap wajar, namun keberhasilannya akan dielu-elukan sebagai sebuah mahakarya. Konteks inilah yang menjadi panggung bagi semua keputusan taktisnya yang tidak lazim, termasuk penempatan Mason Mount.
Paradoks Taktis: Visi Ideal Amorim vs. Realita Lapangan Mount
Kekaguman Amorim pada Mount
Yang menarik dari drama ini adalah paradoks yang sangat tajam. Di satu sisi, Ruben Amorim tidak pernah menyembunyikan kekagumannya pada Mason Mount. Ia dengan antusias menyebut Mount sebagai “anak yang saya cintai” dan memandangnya sebagai pemain yang “sempurna” untuk mengisi peran gelandang serang dalam formasi 3-4-2-1 andalannya. Amorim memuji etos kerja, kualitas teknis, dan kecerdasan taktis Mount, yang diasah di era Thomas Tuchel di Chelsea.
Realitas Pahit di Lapangan
Namun, visi indah ini hancur berantakan ketika berhadapan dengan realitas pahit di lapangan hijau. Dalam kekalahan krusial 3-1 melawan Brentford—hasil yang semakin mengubur United dalam krisis—Amorim membuat keputusan yang mengejutkan semua orang. Pada menit-menit penutup, saat timnya mati-matian mengejar gol, ia memasukkan Mount untuk bermain sebagai bek sayap kiri.
Kritik Pedas dan Analisis di Balik Keputusan Kontroversial
Reaksi Gary Neville
Keputusan ini langsung memantik reaksi keras. Legenda klub, Gary Neville, tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. Ia menyebut taktik tersebut “membingungkan,” “mengerikan,” dan “konyol”. Neville bahkan dengan tegas menyatakan bahwa ia “tidak bisa menonton Mason Mount bermain sebagai bek sayap kiri”. Kritik ini mewakili kebingungan umum: bagaimana mungkin seorang pemain dengan profil menyerang seperti Mount ditempatkan di posisi yang membutuhkan disiplin bertahan tinggi?
Tindakan Darurat, Bukan Inovasi
Jika dicermati lebih dalam, penempatan Mount di sayap kiri bukanlah sebuah eksperimen taktis yang terencana matang. Ini adalah sebuah “tindakan darurat” yang lahir dari kepanikan. Ironisnya, Mount justru menjadi korban dari kualitas yang paling dipuji oleh Amorim: fleksibilitas, kecerdasan, dan kepatuhan taktisnya. Dalam situasi “serangan total” yang putus asa, Amorim membutuhkan seseorang di sisi kiri yang bisa memberikan kualitas umpan dan visi menyerang, tetapi sekaligus memiliki disiplin dasar untuk tidak lengah sepenuhnya. Mount, dengan etos kerjanya yang tinggi dan kesediaannya untuk menjalankan perintah apa pun, dipandang sebagai “pilihan paling aman” dalam situasi yang tidak ideal. Keputusan ini lebih merupakan cermin dari betapa sempitnya opsi dan dalamnya krisis yang melanda United, bukan sebuah terobosan inovasi sepakbola.
Dampak Psikologis pada Mason Mount dan Masa Depannya
Pukulan bagi Kepercayaan Diri
Keputusan ini tentu membawa dampak psikologis yang tidak ringan bagi Mason Mount. Setelah bergabung dengan United pada 2023, kariernya lebih banyak diwarnai oleh ruang perawatan daripada lapangan hijau. Kini, di bawah manajer baru yang diklaim sangat mengaguminya, ia justru ditempatkan di posisi yang bukan keahliannya. Ini bisa menjadi pukulan telak bagi kepercayaan dirinya. Di satu sisi, ia ingin membuktikan kesetiaan dan fleksibilitasnya. Di sisi lain, bermain di posisi yang tidak natural berisiko semakin mengubur identitasnya sebagai pemain.
Proyeksi Masa Depan: Akhir Kisah atau Awal Kebangkitan?
Apakah Eksperimen Akan Berlanjut?
Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah eksperimen Mount sebagai bek sayap akan berlanjut? Jawabannya kemungkinan besar adalah tidak. Keputusan itu adalah produk dari momen keputusasaan yang spesifik. Masa depan Mount di United, dan di bawah Amorim, masih sangat tergantung pada dua hal: konsistensi kebugaran fisiknya dan kemampuan Amorim untuk membangun sistem yang memaksimalkan bakat alaminya. Jika Amorim bertahan dan diberikan dana untuk merekrut pemain yang sesuai dengan visinya, Mount akan dikembalikan ke peran sentralnya sebagai pengumpan atau gelandang serang. Namun, jika krisis ini berlanjut, kita mungkin akan menyaksikan lebih banyak lagi eksperimen taktis aneh yang akan terus membuat pundit seperti Gary Neville menggeleng-gelengkan kepala.
Kesimpulan: Sebuah Simbol Keputusasaan di Era Kekacauan
Keputusan Ruben Amorim untuk memainkan Mason Mount sebagai bek sayap pada akhirnya adalah sebuah simbol. Simbol dari sebuah klub raksasa yang sedang tersesat, seorang manajer yang berusaha mencari solusi di tengah keterbatasan, dan seorang pemain yang terjebak dalam pusaran ekspektasi dan realita. Ini bukanlah cerita tentang kejeniusan taktis, melainkan tentang sebuah kepanikan yang terlihat jelas di depan mata. Ini adalah pengingat keras bahwa bahkan di sepakbola modern, di mana taktik begitu diagungkan, situasi keputusasaan bisa memaksa orang untuk mengambil langkah-langkah yang di luar nalar. Bagi Mason Mount dan Manchester United, semoga episode ini menjadi pelajaran pahit dalam perjalanan panjang mereka menuju kebangkitan kembali.
Ikuti Perkembangan Terbaru
Ikuti terus perkembangan terbaru seputar Manchester United dan analisis taktis mendalam hanya di Score.co.id. Dari ruang ganti hingga lapangan hijau, kami hadirkan cerita yang sesungguhnya.












