Perbedaan RB Leipzig dan RB Salzburg
score.co.id – Dua raksasa sepakbola di bawah payung Red Bull, RB Leipzig dan RB Salzburg, sedang menghadapi ujian terberat dalam satu dekade terakhir. Meski sama-sama mengusung filosofi high-pressing dan regenerasi pemain muda, perbedaan struktural, strategi, dan tantangan terkini mereka menciptakan dinamika unik di tahun 2025. Berikut analisis mendalam dari score.co.id.
Dualisme di Bawah Bendera Merah: Struktur Legal yang Rumit
Hubungan RB Leipzig dan RB Salzburg sering disalahartikan sebagai hubungan “induk-anak”. Kenyataannya, UEFA telah menetapkan keduanya sebagai entitas hukum terpisah sejak investigasi ketat tahun 2023. Keputusan ini didasari Pasal 5 Regulasi UEFA yang melarang satu entitas mengendalikan banyak klub di kompetisi sama.

Perbedaan kepemilikan menjadi kuncinya:
- RB Leipzig: 49% saham dimiliki Red Bull GmbH.
- RB Salzburg: Hanya sponsor utama, bukan pemilik.
Implikasinya? Kedua klub wajib tampil beda di Eropa:
- Salzburg menghapus logo banteng merah dan hanya pakai nama “Salzburg”.
- Leipzig menggunakan identitas netral “Leipzig”.
Paradoksnya, meski secara hukum mandiri, mereka tetap menjalankan strategi global terpusat. Partisipasi dalam “Wings Cup 2025” dan pengawasan Jürgen Klopp sebagai Head of Global Soccer membuktikan kolaborasi terselubung ini.
Revolusi Jalur Transfer: Dari Satu Arah ke Simbiosis
Era Klasik: Salzburg sebagai “Pabrik Bintang”
Sejak 2015, Salzburg menjadi pemasok utama talenta Leipzig. Data transfer membuktikan aliran satu arah ini:
| Pemain | Posisi | Tahun | Biaya (€) |
|---|---|---|---|
| Naby Keïta | Gelandang | 2016 | 29.75Jt |
| Dayot Upamecano | Bek Tengah | 2017 | 10Jt |
| Dominik Szoboszlai | Gelandang Serang | 2021 | 20Jt |
| Benjamin Šeško | Penyerang | 2023 | 24Jt |
Total 17 pemain bermigrasi dengan nilai kumulatif €200 juta+. Model ini sukses ciptakan bintang seperti Erling Haaland dan Sadio Mané.
Titik Balik 2024: Simbiosis Baru
Musim 2024/25 mencatat perubahan radikal:
- Janis Blaswich (kiper timnas Jerman) dipinjamkan Leipzig ke Salzburg – transfer pengalaman pertama dari Jerman ke Austria.
- Akademi Salzburg juara “Wings Cup 2025”, tegaskan dominasi sebagai pusat pelatihan muda.
Ini sinyal: Salzburg tak lagi sekadar “pemasok”, tapi mitra strategis yang butuh dukungan matang.
Kinerja 2024/25: Krisis Serentak yang Mengkhawatirkan
RB Salzburg: Runtuhnya Benteng Domestik
- Krisis taktik: Pecat Pep Lijnders karena dianggap naif, gantikan Thomas Letsch.
- Catatan buruk:
- Dibantai Real Madrid (5-1) dan Atlético Madrid (4-1) di Liga Champions.
- Peringkat 2 di Liga Austria, terancam gelar juara direbut Sturm Graz dua musim beruntun.
- Problem sistemik: Minimnya bintang muda generasi baru – sesuatu yang jadi tulang punggung model bisnis mereka.
RB Leipzig: Kegagalan Eropa & Ancaman Eksodus
- Liga Champions: Terjun ke peringkat 32 setelah kalah dari Liverpool, Inter Milan, dan Sturm Graz.
- Gejolak skuat:
- Benjamin Šeško (top skorer) dikepung Chelsea, Arsenal, dan Liverpool.
- Xavi Simmons (playmaker) ingin hengkang meski baru bergabung 2024.
Dampak sistemik: Ketika Salzburg gagal produksi bintang, Leipzig kehilangan sumber pendanaan dan daya tarik.
Jürgen Klopp: “Dokter Gawat Darurat” Sepakbola Red Bull
Awal 2025, Red Bull menggegerkan dunia dengan tunjuk Jürgen Klopp sebagai Head of Global Soccer. Tugasnya:
- Perbaiki jalur regenerasi pemain yang mandek.
- Stabilkan kinerja pelatih (pasca-kegagalan Lijnders di Salzburg).
- Restorasi filosofi gegenpressing yang makin diprediksi lawan.
Tantangan & Risiko
- Sentimen fans: Klopp dikritik “jual diri” ke korporat oleh pendukung Jerman.
- Taruhan reputasi: Kegagalan bisa nodai legasi Klopp di Borussia Dortmund dan Liverpool.
Klopp dalam konferensi pers: “Proyek ini bukan tentang uang, tapi membangun ekosistem berkelanjutan. Salzburg dan Leipzig punya DNA sama, tapi kebutuhan berbeda. Tugas saya pastikan mereka saling menguatkan.”
Masa Depan: Bisakah Sayap Merah Terbang Lagi?
Perbedaan Leipzig dan Salzburg kini lebih jelas dari sebelumnya:
- Leipzig fokus jadi kekuatan Eropa, tapi terhambat instabilitas skuat.
- Salzburg tetap “pabrik bintang”, tapi kualitas produksi menurun.
Kehadiran Klopp adalah upaya menyelaraskan dualisme ini. Jika sukses, Red Bull bisa ciptakan blueprint kepemilikan multi-klub yang berkelanjutan. Jika gagal, stagnasi 2025 bisa jadi awal keruntuhan.
Satu hal pasti: 2025 adalah tahun penentu bagi masa depan dua klub ini. Pantau perkembangan terbarunya hanya di score.co.id – sumber berita sepakbola terkini dan terpercaya!












