Penyakit mental jadi masalah umum warga Afghanistan akibat perang

CjkinzN007034 20231127 CBMFN0A002 SCORE.CO.ID

Score – Sambil mengenakan pakaian rumah sakit, Mohammad Hussain, seorang pasien Afghanistan yang menderita penyakit mental akibat perang, berbisik bahwa dampak dari keikutsertaannya dalam perang tidak lebih hanyalah kesedihan dan depresi.

“Setiap saat ketika saya pergi ke tank (tempur), setiap saya menjalankan misi, saya merasa takut, dan merasa seolah-olah kami akan mati,” kata Hussain kepada Xinhua.

Bergabung dengan pasukan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan sebagai penerjemah pada 2010 dan berhenti pada 2012, Hussain mengatakan di ranjang rumah sakitnya bahwa dia jatuh sakit dan tidak dapat melanjutkan tugasnya.

Saat ini, Hussain dirawat di Rumah Sakit Sehat-e-Rawani yang terletak di Kabul, ibu kota Afghanistan.

Mengingat kenangan pahitnya, Hussain mengatakan bahwa dia melihat sebuah jet tempur AS menjatuhkan bom dan menewaskan anak dari seorang tukang cukur.

“Jadi, saya sangat terpukul dengan kejadian itu. Mengapa warga sipil yang harus terbunuh?”

“Saya mengatakan kepada mereka (pasukan AS) bahwa saya tidak bisa bekerja lagi. Mereka berkata, ‘Tidak, Anda tidak apa-apa. Anda hanya mengalami depresi,” ujar mantan penerjemah militer itu.

Hussain menerima perawatan medis selama enam bulan dari pasukan AS, tetapi kembali jatuh sakit ketika dirinya teringat masa lalunya dan apa yang dilihatnya selama menjalankan misi bersama pasukan AS.

“Saya ingat semua masa lalu saya. Saya tidak bisa melupakannya,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia menyaksikan warga sipil Afghanistan terbunuh selama pertempuran.

Mohammad Shafi Azim, Kepala Departemen Psikiatri Rumah Sakit Sehat-e-Rawani, mengatakan bahwa perang yang berkepanjangan telah menyebabkan berbagai masalah bagi warga Afghanistan, termasuk penyakit mental.

“Perang yang berkepanjangan, masalah keamanan, suara amunisi yang tidak mengenakkan, serangan roket, dan perkelahian kecil maupun besar dapat menyebabkan masalah mental bagi seorang anak atau remaja maupun orang dewasa yang tinggal di sebuah komunitas yang berada di zona perang,” ujar Azim kepada Xinhua.

Azim, yang juga pernah bekerja sebagai dokter saat pasukan asing masih berada di Afghanistan, menambahkan bahwa banyak pasien yang mengunjungi rumah sakit tersebut sering kali bercerita tentang kesedihan karena kehilangan orang yang mereka kasihi selama perang.

“Meskipun perang telah berakhir, konsekuensinya, seperti kesulitan ekonomi, pengangguran, dan banyak masalah lainnya, tetap ada di masyarakat dan terus menghantui para korban,” kata Khawaja Qudratullah Sediqi, seorang dokter spesialis saraf yang bekerja di rumah sakit tersebut.

Exit mobile version