Penurunan Performa Liverpool 2025: Deretan Penyebab Utama

Ulasan Lengkap Penyebab Turunnya Performa The Reds.

Penurunan Performa Liverpool 2025: Deretan Penyebab Utama
Penurunan Performa Liverpool 2025: Deretan Penyebab Utama

Performa Liverpool 2025

score.co.id – Dari puncak jagad ke jurang krisis. Itulah narasi keras yang sedang menghantui Liverpool di penghujung 2025. Sebagai juara bertahan Premier League yang sempat menggila dengan tujuh kemenangan beruntun di awal musim, The Reds tiba-tiba berubah menjadi sosok yang rapuh dan mudah dipatahkan. Enam kekalahan dalam tujuh laga terakhir di semua kompetisi, termasuk empat kekalahan beruntun di liga, bukanlah sekadar fase buruk biasa. Ini adalah sebuah pembongkaran sistematis terhadap fondasi tim yang dulu begitu kokoh.

Apa yang sebenarnya terjadi di balik kemerosotan tajam yang membuat mereka terlempar ke posisi ketujuh klasemen ini? Analisis mendalam ini akan mengupas tuntas akar permasalahannya, melampaui laporan permukaan dan menyelami dinamika taktis, mental, dan struktural yang menjadi penyebab utamanya.

Ulasan Lengkap Penyebab Turunnya Performa The Reds.
Ulasan Lengkap Penyebab Turunnya Performa The Reds.

Krisis yang Tiba-tiba: Dari Raja Liga ke Tim yang Tersesat

Awal musim 2025/2026 seolah menjanjikan kelanjutan dominasi. Liverpool under Arne Slot melibas tim-tim tangguh seperti Arsenal dan Atlético Madrid dengan keyakinan tinggi. Namun, fondasi itu rupanya rapuh. Kekalahan beruntun yang terjadi kemudian bukanlah insiden terisolasi, melainkan gejala dari penyakit yang sudah menggerogoti dari dalam. Tim yang musim lalu hanya kalah empat kali sepanjang musim, kini dengan mudahnya dibongkar oleh berbagai jenis taktik lawan. Mereka bukan lagi mesin pemenang yang gigih, melainkan sebuah kapal yang kehilangan kemudi di tengah badai, kebobolan gol lebih dulu dalam tujuh laga terakhir dan selalu dalam posisi mengejar ketertinggalan.

Masalah Taktik: Hilangnya Identitas dan Kerentanan Sistematis

Pergeseran dari Jurgen Klopp ke Arne Slot selalu membawa risiko transisi. Sayangnya, risiko itu kini menjadi kenyataan pahit. Gaya Slot yang lebih menekankan penguasaan bola dan sirkulasi, secara perlahan mengikis DNA pressing intensif dan gegenpressing ala Klopp yang dulu menjadi senjata ampuh. Pergeseran filosofi ini menciptakan ketidakseimbangan yang dieksploitasi dengan brilian oleh lawan.

Baca Juga  Di Liga Inggris, Justin Hubner Cuma Jadi Cadangan

Menganalisis Formasi dan Pendekatan Baru

Slot mencoba menerapkan sistem yang lebih terkontrol, tetapi kontrol itu ilusif. Tim kerap kesulitan membongkar pertahanan rendah (low block) lawan karena kurangnya gerakan dinamis dan ketajaman di lini serang. Alih-alih mendominasi, penguasaan bola justru menjadi bumerang. Liverpool menjadi rentan terhadap serangan balik kilat. Data menunjukkan mereka menghadapi 178 long balls dalam tujuh laga terakhir, sebuah angka yang mencerminkan betapa lawan dengan sengaja memotong permainan mereka dengan umpan-umpan langsung.

Kerentanan Defensif dan Set-Piece yang Mematikan

Garis pertahanan yang dulu dipimpin Virgil van Dijk dengan angkuhnya, kini terlihat goyah. Mereka telah kebobolan tujuh gol dari set-piece, menempati peringkat tiga terburuk di liga. Tanpa Trent Alexander-Arnold yang hengkang, distribusi bola dari belakang kehilangan kreativitas dan ketajamannya. Penggantinya, Jeremie Frimpong, memang gesit menyerang, tetapi meninggalkan celah lebar di belakang yang dengan mudah dimanfaatkan lawan. Andrew Robertson yang menua juga tak lagi menjadi kekuatan yang konsisten. Hasilnya adalah pertahanan yang tidak kompak dan mudah diterobos.

Penurunan Performa Pemain Kunci: Ketika Bintang-Bintang Kehilangan Cahaya

Sebuah tim sehebat apa pun bergantung pada performa pemain intinya. Di sinilah salah satu masalah terbesar Liverpool bermuara. Para pemain andalan yang dulu menjadi penentu permainan, kini tampak seperti bayangan dari diri mereka sendiri.

Mohamed Salah: Fenomena yang Memudar

Tidak ada yang lebih menggambarkan penurunan ini daripada performa Mohamed Salah. Sang mesin gol yang musim lalu mencetak 34 gol dan 23 assist, kini hanya mampu menyumbang tiga gol dan tiga assist dalam 11 penampilan. Angka yang fantastis itu telah berubah menjadi kekeringan. Sejak pertengahan September, ia tidak mencetak gol atau memberikan assist. Dalam empat kekalahan beruntun, statistiknya merosot drastis: kurang dari satu tembakan dan nol dribel sukses per laga. Kecepatan dan ketajamannya seolah menguap, membuat serangan Liverpool kehilangan ujung tombak paling mematikan.

Tulang Punggung yang Retak: Van Dijk dan Mac Allister

Di belakang, Virgil van Dijk terlihat lelah dan kehilangan fokus. Dominasinya di udara dan kemampuan membaca permainan seakan berkurang. Di lini tengah, Alexis Mac Allister mengalami malaise yang dalam. Masalah cedera dan kebugaran membuatnya hanya mampu bertahan lebih dari 70 menit dalam dua dari 12 laga. Ia kehilangan pengaruhnya sebagai pengatur permainan. Cedera panjang Alisson Becker di gawang semakin melengkapi bencana ini, meninggalkan void besar yang tidak sepenuhnya bisa diisi oleh penggantinya.

Baca Juga  Ipswich Town Akan Diperkuat Elkan Baggot pada Laga Divisi Championship 2023-2024

Integrasi Pemain Baru yang Lambat: Investasi £400 Juta yang Belum Berbuah

Keluarga Liverpool berharap investasi besar £400 juta untuk pemain seperti Florian Wirtz dan Alexander Isak akan memperkuat dominasi. Kenyataan justru berkata sebaliknya. Proses integrasi yang berjalan lambat membuat para pendatang baru ini seperti ikan yang belum menemukan air.

Tekanan di Pundak Wirtz dan Isak

Kedatangan Wirtz dan Isak disambut gegap gempita, tetapi ekspektasi tinggi justru membebani. Secara gabungan, keduanya hanya menyumbang satu gol dan dua assist dalam 18 penampilan. Wirtz, yang diharapkan menjadi kreator utama, justru memiliki tingkat keberhasilan duel terendah kedua di tim (33%). Ia kesulitan beradaptasi dengan fisikitas Premier League. Isak, di sisi lain, terlihat masih mencari bentuk dan telah melewatkan beberapa peluang emas. Mereka butuh waktu, namun waktu adalah kemewahan yang tidak dimiliki Liverpool di tengah krisis seperti ini.

Kesenjangan antara Bakat dan Kebutuhan

Skuad Liverpool kini dipenuhi pemain penyerang berbakat, menciptakan “embarrassment of riches” di lini depan. Sayangnya, kelimpahan ini tidak diimbangi dengan kedalaman yang memadai di lini belakang dan tengah. Ketidakseimbangan komposisi skuad ini membuat Slot kesulitan menemukan formula terbaik. Rotasi yang minim, terutama di lini tengah, membuat pemain seperti Dominik Szoboszlai kelelahan dan performanya menurun.

Beban Emosional dan Kelelahan Fisik: Faktor Tak Kasat Mata

Di balik angka dan taktik, ada elemen manusia yang tak boleh diabaikan. Musim ini, Liverpool tidak hanya bertarung di lapangan, tetapi juga dengan beban emosional yang berat.

Dampak Tragis Kepergian Diogo Jota

Kematian tragis Diogo Jota pada Juli 2025 meninggalkan luka yang dalam. Jota bukan hanya pencetak gol penting, tetapi juga pribadi yang dicintai di ruang ganti. Kapten Virgil van Dijk secara terbuka mengakui bahwa musim ini akan sangat berat secara mental. Kehilangan seorang sahabat dan rekan setim telah mengikis semangat dan kohesi tim. Mereka kehilangan spark dan kegigihan yang sering dibawa Jota dari bangku cadangan.

Baca Juga  Transfer Liga Inggris 24/25: Rekap Aktivitas dan Perekrutan Terbesar

Kelelahan Akumulatif dan Jadwal Padat

Setelah musim lalu berjuang di semua front, kelelahan fisik dan mental mulai terakumulasi. Tingkat kemenangan duel yang menurun signifikan adalah bukti nyata. Jadwal yang padat tidak diimbangi dengan rotasi yang cerdas, membuat para pemain inti kehabisan tenaga di tengah musim. Tim yang dulu terkenal dengan stamina dan intensitasnya, kini terlihat berat di kaki dan lambat dalam berpikir.

Anatomi Krisis Liverpool 2025

Penyebab Utama Deskripsi Metrik Pendukung
Kerentanan Defensif Tidak mampu menangani serangan langsung dan set-piece; kedalaman skuad yang tidak memadai. 178 long balls dihadapi dalam 7 laga; 7 gol kebobolan dari set-piece; xG from fast breaks 1.62 (ke-4 tertinggi).
Penurunan Pemain Kunci Performa Salah, Van Dijk, dan Mac Allister jauh di bawah standar; cedera pemain penting. Salah: 3 gol & 3 assist dalam 11 laga (vs 34 gol & 23 assist musim lalu); Mac Allister jarang bermain 90 menit.
Integrasi Pemain Baru Wirtz, Isak, dan lainnya kesulitan beradaptasi; kontribusi statistik sangat minim. Isak & Wirtz: 1 gol & 2 assist dalam 18 penampilan; Wirtz duel success rate hanya 33%.
Masalah Taktik Pergeseran gaya dari pressing ke possession yang tidak efektif; identitas tim tidak jelas. Kebobolan gol pertama dalam 7 laga beruntun; pressing triggers yang kacau dan tidak konsisten.
Kelelahan & Mental Jadwal padat, rotasi minim, dan dampak emosional dari tragedi Diogo Jota. Penurunan duel win rate; hanya 2 clean sheet sepanjang musim; pernyataan Van Dijk tentang beban mental.

Proyeksi Liverpool ke Depan

Krisis ini bukanlah akhir dari cerita Liverpool, melainkan sebuah ujian berat bagi karakter dan kepemimpinan Arne Slot. Jalan keluar tidak akan ditemukan dengan solusi instan. Slot harus segera memadamkan “”api”” dengan melakukan penyesuaian taktik yang lebih realistis, mungkin dengan mengembalikan elemen pressing yang menjadi jiwa tim ini. Rotasi pemain yang lebih berani dan manajemen beban kerja mutlak diperlukan. Yang terpenting, ia harus menemukan cara untuk menghidupkan kembali percikan api di mata para bintangnya—terutama Mohamed Salah—sambil secara perlahan membangun kepercayaan diri para pemain baru.

Masa depan musim ini masih terbuka, tetapi jendela kesempatan semakin sempit. Dengan laga-laga berat melawan Aston Villa, Real Madrid, dan Manchester City di depan mata, Liverpool harus bangkit dengan cepat atau risiko tertinggal jauh dalam persaingan gelar akan menjadi kenyataan. Satu hal yang pasti: The Reds membutuhkan lebih dari sekadar taktik; mereka membutuhkan jiwa dan hati yang kini tengah hilang.

Ikuti terus analisis mendalam dan berita terbaru seputar dunia sepakbola hanya di Score.co.id.