Score – PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat penerbitan surat utang (obligasi) korporasi secara nasional mencapai Rp120,60 triliun hingga November 2023.
Direktur Utama Pefindo Irmawati Amran merincikan senilai Rp36,07 triliun dari total surat utang korporasi diterbitkan oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan senilai Rp84,52 triliun diterbitkan oleh perusahaan non-BUMN.
“Untuk penerbitan surat utang total Rp120,60 triliun sampai November 2023, dimana BUMN menerbitkan Rp36,07 triliun, non-BUMN menerbitkan Rp84,52 triliun,” ujar Irmawati dalam Media Forum Pefindo di Jakarta, Senin.
Dari sisi industri, Ia menjelaskan penerbitan surat utang korporasi nasional didominasi dari industri multifinance yang mencapai Rp32,76 triliun, diikuti industri pulp dan kertas senilai Rp19,58 triliun, lalu industri perbankan senilai Rp12,64 triliun.
Kemudian, industri lembaga keuangan khusus mencapai Rp10,14 triliun, diikuti industri telekomunikasi senilai Rp9,44 triliun, lalu industri perusahaan induk senilai Rp9,10 triliun.
Dalam kesempatan ini, Irmawati menjelaskan alasan perusahaan multifinance banyak menerbitkan surat utang dikarenakan karakteristik bisnis mereka yang membutuhkan cost of fund untuk menjaga operasional.
“Kalau dari industri multifinance, mereka mencari modal kerja dengan melibatkan cost of fund, kalau ambil dari perbankan tenornya pendek, kalau surat utang tenornya bisa lebih panjang,” ujar Irmawati .
Dalam kesempatan sama, Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo Suhindarto mengatakan surat utang korporasi masih menjadi pilihan menarik untuk diversifikasi pendanaan, karena relatif lebih murah dibandingkan mengambil pinjaman ke perbankan.
“Di sisi lain, suku bunga kredit perbankan diperkirakan masih akan mengalami peningkatan seiring dengan likuiditas yang semakin ketat,” ujar Suhindarto.
Untuk 2024, Pefindo memproyeksikan penerbitan surat utang korporasi akan mencapai kisaran Rp148,15 hingga Rp169,05 triliun, dengan titik tengah berada di Rp155,46 triliun.
“Surat utang korporasi dipengaruhi nilai jatuh tempo dan pertumbuhan ekonomi di 2024, prospeknya akan lebih baik dibandingkan 2023. Appetite investor, dengan suku bunga yang masih tinggi, peluang yang baik bagi investor untuk mendapatkan imbal hasil.” ujar Suhindarto.