Pemain Legenda PSIS Semarang Jaman Dulu: Nostalgia Bintang Ikonik

Kenangan emas bersama ikon bersejarah Mahesa Jenar.

Pemain Legenda PSIS Semarang Jaman Dulu: Nostalgia Bintang Ikonik
Pemain Legenda PSIS Semarang Jaman Dulu: Nostalgia Bintang Ikonik

Pemain Legenda PSIS Semarang Jaman Dulu

Mengenang Kejayaan PSIS Semarang melalui Para Legenda

score.co.id – PSIS Semarang, klub kebanggaan masyarakat Jawa Tengah yang dijuluki Laskar Mahesa Jenar, telah menorehkan sejarah panjang dalam sepakbola Indonesia. Sejak berdiri pada 1932, klub ini menjadi rumah bagi para pemain berbakat yang namanya tetap harum meski waktu terus bergulir. Artikel ini mengajak pembaca bernostalgia dengan mengenang kontribusi bintang-bintang ikonik yang membawa PSIS meraih gelar prestisius, seperti juara Perserikatan 1987 dan Liga Indonesia 1999. Dari Ribut Waidi hingga Tugiyo, inilah kisah mereka yang abadi di hati suporter.

Era Keemasan PSIS Semarang: Dari Perserikatan Hingga Liga Indonesia

PSIS Semarang merupakan salah satu klub tertua di Indonesia yang pernah menjadi raksasa sepakbola nasional. Dua gelar besar, yakni Perserikatan 1987 dan Liga Indonesia 1999, menjadi bukti kejayaan mereka. Di balik prestasi tersebut, ada nama-nama legenda yang tak hanya piawai di lapangan, tetapi juga menjadi simbol dedikasi bagi klub.

Kenangan emas bersama ikon bersejarah Mahesa Jenar.
Kenangan emas bersama ikon bersejarah Mahesa Jenar.

Ribut Waidi: Sang Predator Gol yang Abadi

Ribut Waidi, striker kelahiran Pati 5 Desember 1962, adalah legenda terbesar PSIS Semarang. Ia menjadi pilar utama saat Laskar Mahesa Jenar menjuarai Perserikatan 1987. Dengan 21 gol sepanjang kariernya di PSIS, Ribut dikenal sebagai penyerang mematikan yang sulit dihentikan lawan. Tak hanya di level klub, ia juga berjasa membawa Timnas Indonesia meraih medali emas SEA Games 1987.

Kepergiannya pada 3 Juni 2002 meninggalkan duka mendalam bagi dunia sepakbola. Namun, warisannya tetap hidup melalui patung yang berdiri megah di Semarang. Hingga kini, namanya kerap disebut sebagai inspirasi bagi penyerang muda PSIS yang ingin mengikuti jejaknya.

Baca Juga  Panggil 26 Pemain Timnas U-20 Tanpa Pemain Asing, Indra Sjafri Sebut Banyak Cercaan

Tugiyo: Maradona dari Purwodadi yang Memukau

Julukan “Maradona dari Purwodadi” melekat pada Tugiyo, gelandang serang kelahiran 13 April 1977. Ia menjadi pahlawan di final Liga Indonesia 1999 saat mencetak gol tunggal kemenangan PSIS atas Persebaya Surabaya. Kemampuan dribel dan visi permainannya kerap membuat penonton terpukau.

Sayangnya, karier gemilangnya harus terpotong akibat cedera kronis. Meski begitu, dedikasinya tetap dikenang lewat berbagai program pelatihan yang ia jalani pasca-pensiun. Tugiyo sering disebut sebagai simbol perjuangan pemain lokal yang berhasil membawa klubnya ke puncak kejayaan.

Muhammad Ridwan: Sayap Kanan yang Menjadi Panutan

Sebagai pemain asli Semarang kelahiran 8 Juni 1980, Muhammad Ridwan membuktikan bahwa talenta lokal bisa bersinar di level nasional. Selama periode 2005-2008, ia mencetak 20 gol dalam 72 penampilan, terutama lewat kecepatan dan akurasi umpan silangnya. Ridwan juga menjadi andalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2010.

Pasca pensiun, Ridwan memilih berkontribusi sebagai pelatih di Elite Pro Academy PSIS. Perannya dalam mencetak generasi baru pemain berbakat membuatnya dianggap sebagai jembatan antara era lama dan modern klub.

I Komang Putra: Penjaga Gawang yang Setia

I Komang Putra, kiper legendaris PSIS Semarang, adalah sosok kunci di balik kemenangan Liga Indonesia 1999. Dengan refleks cepat dan kepemimpinan di area pertahanan, ia berhasil menjaga gawang PSIS dari serangan lawan-lawan berat. Setelah sempat membela Persebaya, ia kembali ke PSIS pada 2019 sebagai pelatih kiper, menunjukkan loyalitasnya yang tak tergoyahkan.

Kiprahnya sebagai pelatih turut membentuk kiper-kiper muda seperti Adi Satryo, yang kini menjadi andalan di Liga 1. Komang kerap menekankan pentingnya mental kuat dan disiplin, nilai-nilai yang ia warisi dari era 90-an.

Baca Juga  Berita Liga 1 Terbaru: Mulai dari Pemunduran Kick Off Hingga Keputusan Baru Erick Thohir

Budi Wahyono: Duet Maut bersama Ribut Waid

Budi Wahyono, sayap kiri lincah yang menjadi partner Ribut Waidi, adalah bagian tak terpisahkan dari kesuksesan PSIS di Perserikatan 1987. Dengan 30 gol sepanjang kariernya, ia dikenal sebagai pemain serba bisa yang mampu bermain di berbagai posisi. Kecepatan dan produktivitasnya di sayap kiri membuat pertahanan lawan kerap kalang kabut.

Meski tak sepopuler Ribut, nama Budi tetap dihormati sebagai salah satu pilar era keemasan PSIS. Ia sering diundang dalam acara reuni klub untuk berbagi kisah inspiratif dengan pemain muda.

Warisan Legenda dalam Kebangkitan PSIS Modern

PSIS Semarang sempat mengalami masa sulit, termasuk degradasi pada 2000. Namun, semangat para legenda tetap menjadi motivasi bagi generasi sekarang. Klub yang kini bermarkas di Stadion Jatidiri tersebut perlahan bangkit dan kembali bersaing di Liga 1.

Para pemain seperti Pratama Arhan dan Irfan Jaya kerap menyebut nama Ribut Waidi dan Tugiyo sebagai sumber inspirasi. Tak hanya itu, program akademi yang dijalankan Muhammad Ridwan dan Komang Putra juga menjadi fondasi penting dalam regenerasi skuad.

Penutup: Abadi di Hati Suporter

Para legenda PSIS Semarang bukan sekadar pemain, tetapi simbol kebanggaan yang melekat dalam DNA klub. Dari Ribut Waidi hingga Budi Wahyono, dedikasi mereka telah mengukir sejarah yang terus diceritakan turun-temurun. Meski zaman berubah, nama-nama tersebut tetap hidup melalui semangat Laskar Mahesa Jenar yang pantang menyerah. Bagi suporter PSIS, mereka adalah bukti bahwa sepakbola bukan hanya tentang gol, tetapi juga tentang identitas dan jiwa yang tak pernah padam.