Paceklik Gelar di China Open 2023 Jadi Peringatan untuk PBSI

Paceklik Gelar di China Open 2023 Jadi Peringatan untuk PBSI

Paceklik Gelar di China Open 2023 Jadi Peringatan untuk PBSI

Score – Hasil ini memperpanjang paceklik gelar Indonesia di level tinggi setelah mulai memasuki masa pengumpulan poin kualifikasi Olimpiade 2024 pada Mei lalu. Terakhir gelar yang diperoleh Indonesia dihasilkan oleh Anthony Sinisuka Ginting dan Chico Aura Dwi Wardoyo di Singapore Open dan Taipei Open 2023 di Juni lalu. Tapi itu turnamen dengan level Super 300.

ADVERTISEMENT

Setelah itu, di turnamen BWF Super 500 ke atas, seperti di Kanada, Amerika, Korea, Jepang, Australia, di Kejuaraan Dunia, hingga terakhir China Open ini, Indonesia belum bisa mendapatkan gelar lagi.

Hal ini dinilai pengamat bulutangkis nasional, Daryadi seharusnya menjadi ‘warning’ bagi PBSI . Dari sudut pandangnya kondisinya ini dilihatnya sudah sangat berbahaya. Sebab sejak perhitungan poin Olimpiade 2024 dimulai Mei lalu, posisi para pemain Indonesia di rangking “road to Paris” masih banyak yang berada di luar zona aman.

“Di tunggal putra saja baru Anthony yang ada di posisi 8 besar. Padahal kan biasanya kita ada di atas. Bahkan Jojo (Jonatan -Red.) masih berada di luar 8 besar. Artinya, kalau mau aman lebih baik tunggal masuk 16 besar. Lalu di ganda putra, meski kita punya ganda nomor satu dunia Fajar Alfian-M. Rian Ardianto, tetapi di road to olympic mereka masih di luar 8 besar,” ucap Daryadi.

Kondisi berbahaya ini hampir terjadi di semua lini, terutama di ganda campuran. Di mana menurutnya paling dekat hanya Rinov Rivaldy-Pitha Haningtyas Mentari di posisi 12 besar, sementara semua pasangan yang lain masih belum aman.

“Jadi mulai dari Mei, Juni, Juli, Agustus, hingga September ini rata-rata setiap pemain sudah main 8-10 turnamen sampai China Open kemarin, tapi perolehan poin kita masih sangat minim. Kadang yang jadi bulan-bulanan kan pemain ya, seolah-olah yang salah mereka. Padahal kalau kita sadari mereka hanya wayang,” kata Daryadi.

Baca Juga  Gebrakan Baru Rexy Mainaky, Bawa Mantan Pelapis Marcus/Kevin Jadi Rekan Sparing Ganda Putri Malaysia

“Di mana ketika mereka tampil, ada yang menyiapkan pelatih dan pengurus. Bagaimana menyiapkan nutrisi mereka, bagaimana menyiapkan persiapan mereka, hingga potensi pelatihnya,” tambahnya.

Pemain dinilainya tidak bisa bekerja sendiri tanpa ada program pelatih. Tapi yang jadi kendala, menurut Daryadi, bagaimana kompetensi pelatih di Pelatnas PBSI .

“Pelatihan di PBSI sangat krusial, karena sejujurnya kompetensinya rendah. Hampir 80% pelatih hanya berasal dari satu klub. Pemain seakan tidak respek dengan pelatihnya pada saat diberikan arahan, karena muka mereka tidak melihat ke pelatih. Ini bisa jadi gambaran hubungan mereka tidak terjalin balik dan bisa terbaca suasana Pelatnas seperti apa bisa dilihat,” ungkapnya menjelaskan.

Menurutnya yang dilihat di lapangan tidak bisa bohong. Sehingga menurutnya tidak ada jaminan Indonesia bisa mendapatkan tiket olimpiade.

“Tidak ada jaminan. Apalagi melihat stok, kita pemainnya masih yang itu-itu saja. Belum ada rising star yang mumpuni. Sebaliknya negara pemain kita seperti Korea dan Jepang mulai bermunculan para pemain-pemain muda yang sudah bisa bersaing,” tegasnya.

Melihat dari kondisi ini, maka Daryadi pun menilai bahwa PBSI butuh di reformasi. Memang betul, ujarnya, Indonesia bisa mendapatkan keajaiban di Olimpiade Tokyo lewat Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, tetapi apakah keajaiban itu dilihatnya akan datang lagi nanti.