Score – Masyarakat nelayan di Aceh tidak pergi melaut setiap tanggal 17 Agustus bertepatan dengan peringatan HariKemerdekaan Republik Indonesia sebagai hari pantang melaut bagi nelayan di tanah rencong.
“Libur melaut ini dalam rangka menghormati peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan atau HUT ke-78 Republik Indonesia,” kata Panglima Laot Aceh Miftach Tjut Adek, di Banda Aceh, Kamis.
Miftach menjelaskan, menjelaskan libur melaut bagi nelayan saat hari kemerdekaan itu sudah menjadi tradisi turun-temurun. Semua ini juga bagian dari kesadaran masyarakat pesisir di Aceh menghargai hari bersejarah.
“Mereka (nelayan) sangat konsisten tidak melaut atau pantang berlayar mencari ikan setiap peringatan proklamasi 17 Agustus,” ujarnya.
Miftach menuturkan, jika terdapat nelayan yang melanggar hari pantangan itu, maka dapat diberikan sanksi paling rendah menyita hasil tangkapan mereka untuk lembaga adat, dan kapalnya tidak diperbolehkan melaut selama 3-7 hari.
“Sejauh ini tidak ada pelanggaran yang dilakukan nelayan. Ini merupakan aturan adat yang harus dipatuhi bersama,” katanya.
Dirinya menyebutkan, sekitar 30 persen dari total lima juta lebih penduduk Aceh itu adalah para nelayan. Mereka tinggal di sepanjang 800 kilometer garis pantai di Aceh.
Kondisi ini, lanjut dia, juga menunjukkan kecintaan dan rasa nasionalisme masyarakat, khususnya para nelayan Aceh kepada tanah air.
Miftach menyebutkan, adapun hari pantangan melaut di Aceh sesuai hukum adat yang telah ditetapkan, yakni saat hari Jumat (sehari penuh). Kemudian, hari raya Idul Fitri (tiga hari berturut-turut), hari raya Idul Adha (tiga hari berturut-turut).
Selanjutnya, pada hari kenduri laot (tiga hari berturut-turut), hari kemerdekaan atau HUT RI pada 17 Agustus (sehari penuh), dan hari peringatan tsunami pada 26 Desember (sehari penuh).
“Pantangan melaut pada hari proklamasi ini sudah sejak tahun 1945 dijalankan oleh nelayan,” demikian Miftach.