Score – Harga minyak tergelincir di awal perdagangan Asia pada Selasa, di tengah kekhawatiran bahwa permintaan bahan bakar akan terhambat oleh bank-bank sentral utama yang mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama, bahkan ketika pasokan diperkirakan terbatas.
Minyak mentah berjangka Brent turun 11 sen menjadi diperdagangkan di 93,18 dolar AS per barel pada pukul 00.55 GMT dan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS diperdagangkan 1 sen lebih rendah pada 89,67 dolar AS per barel.
Para pengambil kebijakan ekonomi utama dunia, Federal Reserve AS dan Bank Sentral Eropa, dalam beberapa hari terakhir telah menegaskan kembali komitmen mereka untuk memerangi inflasi, yang menandakan kebijakan ketat mungkin akan bertahan lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Suku bunga yang lebih tinggi memperlambat pertumbuhan ekonomi, sehingga membatasi permintaan minyak.
Secara terpisah pada Senin (25/9), lembaga pemeringkat Moody’s mengatakan bahwa penutupan pemerintahan AS akan merugikan peringkat kredit negara tersebut, sebuah peringatan yang muncul satu bulan setelah Fitch menurunkan peringkat AS satu tingkat karena krisis plafon utang.
Meskipun pasokan masih terbatas karena Rusia dan Arab Saudi telah memperpanjang pengurangan produksi hingga akhir tahun, Moskow pada Senin (25/9) melonggarkan larangan sementara ekspor bensin dan solar, yang dikeluarkan secara terpisah untuk menstabilkan pasar domestik.
Dengan libur Pekan Emas (Golden Week) di China yang dimulai pada Minggu (1/10), harga minyak dapat memperoleh dukungan dari peningkatan perjalanan dan permintaan produk minyak dari konsumen minyak terbesar kedua di dunia itu.
“Pengetatan pasokan minyak bisa mengatasi hambatan makroekonomi. Kami memperkirakan minyak akan diperdagangkan di atas 90 dolar AS per barel selama minggu ini,” kata ANZ Research dalam sebuah catatan.
Harga minyak telah meningkat sekitar 30 persen sejak pertengahan tahun ini sebagian besar didorong oleh berkurangnya pasokan, menghapus 0,5 poin persentase dari pertumbuhan PDB global pada paruh kedua tahun ini, menurut JP Morgan.
Namun guncangan tersebut “tidak cukup besar untuk mengancam ekspansi itu sendiri”, JP Morgan menambahkan dalam sebuah catatan.