Menkeu: Produktivitas dan inovasi kunci negara berpendapatan tinggi

Menkeu: Produktivitas dan inovasi kunci negara berpendapatan tinggi

Score – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan produktivitas dan inovasi merupakan kunci bagi Indonesia untuk mencapai status negara berpendapatan tinggi.

Pasalnya, menurut dia, produktivitas diperlukan agar semakin banyak hasil baik yang diperoleh dari kinerja perekonomian, sedangkan inovasi diperlukan untuk meningkatkan kualitas ekonomi itu sendiri.

“Jadi menjadi negara berpendapatan tinggi bukanlah sebuah impian. Itu merupakan sebuah tujuan,” ungkap Sri Mulyani dalam acara Indonesia-Europe Investment Summit 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.

Agar produktivitas dan inovasi bisa mendorong Indonesia menyandang status negara maju, Sri Mulyani menyebutkan keduanya perlu didukung oleh sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan teknologi.

SDM, kata dia, merupakan hal yang paling penting sehingga dalam merancang kebijakan, pemerintah selalu menempatkan jaring pengaman sosial pada SDM, kesehatan, dan pendidikan.

Indonesia konsisten mengalokasikan belanja wajib dalam konstitusi untuk menghabiskan 20 persen dari pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan.

“Tantangannya adalah bagaimana kita akan melakukannya,” katanya menambahkan.

Sementara untuk infrastruktur, sambung Menkeu, sangat diperlukan lantaran Indonesia merupakan sebuah kepulauan yang sangat luas, dengan mayoritas wilayah berupa lautan dibandingkan daratan.

Kemudian dengan teknologi, inovasi melalui teknologi digital perlu dilakukan terutama pada sektor manufaktur yang masih memiliki distribusi rendah terhadap produk domestik bruto (PDB), yakni hanya 20,5 persen pada 2020.

“Transformasi perlu dilakukan pada sektor ini karena sektor manufaktur memiliki nilai tambah tinggi,” ujar Sri Mulyani menjelaskan.

Di sisi lain, Bendahara Negara tersebut mengatakan perekonomian Indonesia saat ini masih berfokus pada sektor jasa dengan distribusi terhadap perekonomian sebesar 54,4 persen pada 2020.

Padahal, sektor jasa di Indonesia masih merupakan sektor informal yang memiliki nilai tambah rendah, sehingga belum mampu menjadi sektor jasa yang berkualitas tinggi dan bernilai tambah tinggi.

Baca Juga  Kabar Terkini soal Cedera Bahu Jordi Amat, Shin Tae-yong Bisa Senyum