Mengapa Banyak Pelatih Liga 1 Dipecat?
score.co.id – Di musim Super League 2025/2026, pemecatan pelatih di Liga 1 Indonesia menjadi isu hangat. Setidaknya delapan pelatih telah meninggalkan posisinya sebelum paruh musim, melebihi rata-rata global. Hal ini sering disebabkan oleh performa tim yang buruk dan kegagalan mencapai target manajemen. Selain itu, masalah finansial klub seperti penundaan gaji dan utang ikut berkontribusi, meski bukti langsung terbatas. Klub dengan profitabilitas rendah cenderung lebih rentan terhadap perubahan cepat ini.
- PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) menerapkan pengawasan finansial ketat, termasuk batas gaji dan deposit jaminan, untuk mencegah tunggakan dan mengurangi pemecatan di masa depan.
- Nilai pasar total 18 klub Liga 1 mencapai sekitar Rp1,199 triliun pada 2025, menurun dari tahun sebelumnya, menandakan tantangan ekonomi yang memengaruhi operasional klub.

Alasan Pemecatan Pelatih
Penelitian dari sumber terpercaya menunjukkan bahwa pemecatan di Liga 1 sering didorong oleh hasil pertandingan yang mengecewakan. Contohnya, Eduardo Almeida menjadi yang pertama dipecat pada Oktober 2025 setelah Semen Padang gagal meraih poin optimal. Kasus serupa dialami Bernardo Tavares yang mundur dari PSM Makassar karena penundaan gaji, menyoroti bagaimana isu finansial mempercepat keputusan manajemen.
Musim 2025/2026 dimulai dengan harapan tinggi, tapi hingga pekan ke-13, delapan pelatih sudah angkat koper. Daftarnya termasuk Bernardo Tavares (PSM Makassar), Eduardo Almeida (Semen Padang), Peter de Roo (Persis Solo), Alfredo Vera (Madura United), Mario Lemos (Persijap Jepara), Eduardo Perez (Persebaya Surabaya), Ong Kim Swee (Persik Kediri), dan Divaldo Alves (PSBS Biak).
Tingkat pemecatan ini berada di atas rata-rata dunia untuk liga sepak bola profesional, di mana biasanya hanya 4-5 pelatih yang dipecat sebelum paruh musim.
Pemecatan sering terjadi setelah hasil imbang atau kekalahan krusial, seperti Eduardo Perez yang dipecat Persebaya setelah imbang 1-1 melawan Arema FC. Tren ini juga menunjukkan krisis pelatih lokal: Pemecatan Imran Nahumarury oleh Malut United membuat Liga 1 tanpa pelatih kepala asli Indonesia, menandakan ketergantungan pada tenaga asing dengan ekspektasi tinggi.
Dampak Finansial pada Klub
Meski alasan resmi adalah performa, faktor finansial memainkan peran besar. Klub dengan masalah keuangan lebih sensitif terhadap hasil buruk karena memengaruhi pendapatan dari tiket, sponsor, dan hak siar. Bernardo Tavares mundur karena gaji diundur, dan data menunjukkan enam klub masih punya utang kepada eks pemain sejak 2019, menciptakan tekanan internal.
Analisis keuangan Bali United FC sebagai contoh mengungkap likuiditas kuat tapi profitabilitas rendah, dengan return on equity hanya sekitar 2,52% pada 2022. Ini menunjukkan klub mungkin memecat pelatih untuk hemat biaya atau tingkatkan performa guna tarik sponsor lebih banyak.
Nilai pasar klub juga mencerminkan tantangan. Pada Agustus 2025, total market value 18 klub Rp1,199 triliun, turun dari Rp1,5 triliun tahun sebelumnya. Klub promosi seperti Semen Padang sering kesulitan karena anggaran terbatas, dipengaruhi inflasi dan regulasi pemain asing.
| Klub | Nilai Pasar (Rp Miliar) | Perubahan dari Juli 2025 |
|---|---|---|
| Dewa United | 104 | +5% |
| Persib Bandung | 101 | Stabil |
| Persija Jakarta | 95 | -3% |
Tabel di atas merangkum tiga klub teratas, menunjukkan fluktuasi valuasi yang memengaruhi keputusan manajemen, termasuk pemecatan pelatih untuk optimalkan sumber daya.
Langkah Pencegahan dari PT LIB
PT LIB telah perkenalkan salary caps berdasarkan pendapatan klub dan wajibkan deposit jaminan. Ini bertujuan hindari tunggakan gaji, yang sering jadi pemicu ketidakpuasan pelatih dan pemain. Kontribusi komersial ditingkatkan, seperti bagi hasil lebih tinggi untuk klub berperingkat tinggi (Persib dapat hampir Rp15 miliar pada 2025).
Perputaran ekonomi Liga 1 diproyeksikan Rp10,42 triliun pada 2025, didorong sponsor seperti BRI. Tapi tanpa pengelolaan baik, klub kecil berisiko defisit, memperburuk siklus pemecatan.
Kesimpulan
Maraknya pemecatan pelatih mencerminkan tekanan kompetitif dan finansial di Liga 1. Ini menimbulkan kekhawatiran atas pengembangan sepak bola Indonesia, terutama krisis pelatih lokal. Rekomendasi: Perkuat akademi pelatih nasional dan transparansi keuangan melalui audit tahunan. Jika tren berlanjut, Liga 1 berisiko kehilangan daya tarik investor.












