Kurniawan Dwi Yulianto Serie A
score.co.id – Siapa sangka, seorang pemuda asal Malang pernah mengguncang akademi klub Serie A dan menjadi pionir bagi pesepakbola Indonesia di kancah Eropa? Kurniawan Dwi Yulianto, yang pada 2025 genap berusia 48 tahun, bukan sekadar legenda timnas. Ia adalah bukti nyata bahwa pemain Indonesia mampu bersaing di liga elite Eropa, menorehkan sejarah yang hingga kini belum terulang. Artikel ini mengupas tuntas perjalanan epik striker fenomenal itu, dari pelatihan di Sampdoria, gol bersejarah di Swiss, hingga dedikasinya kini membina generasi muda Indonesia.
Mimpi Italia: Awal Petualangan Eropa
Tahun 1993 menjadi titik balik hidup Kurniawan. Saat itu, remaja 17 tahun itu termasuk dalam skuad muda Indonesia yang dikirim berlatih di U.C. Sampdoria. Di Campionato Nazionale Primavera (liga pemuda Serie A dan Serie B), ia menunjukkan keahlian mencetak gol yang luar biasa. Performa memukau itu menarik perhatian pelatih Sven-Göran Eriksson. Pada 1994, Kurniawan yang baru berusia 18 tahun, dipromosikan ke tim utama untuk tur Asia. Bayangkan sensasinya: ia berbagi lapangan dengan bintang seperti Roberto Mancini dan Attilio Lombardo! Meski belum debut di Serie A, pengalaman berlatih intensif di lingkungan kompetitif itu membentuk mentalitas dan pemahaman taktiknya.

Gol Bersejarah di Tanah Swiss
Tahun 1994-1996, Kurniawan menjalani masa pinjaman di FC Luzern, klub Liga Nasional A Swiss (kasta tertinggi). Di sinilah ia menciptakan sejarah. Dalam 12 penampilan, striker berpostur 172 cm itu mencetak 3 gol resmi di liga top Eropa. Pencapaian ini monumental: hingga 2025, Kurniawan tetap satu-satunya pemain Indonesia yang mencetak gol di liga elite Eropa. Gol-golnya bukan sekadar angka, melainkan pembuka jalan psikologis bagi pemain Indonesia bahwa bermain di Eropa bukan hal mustahil. Pengalaman di Swiss juga membukakan matanya pada profesionalisme sepakbola modern, mulai dari disiplin taktik hingga manajemen kebugaran, yang kelak ia terapkan di karier selanjutnya.
Tantangan dan Kejayaan di Tanah Air
Kepulangannya ke Indonesia pada 1995 membawa dinamika baru. Kurniawan bergabung dengan 12 klub berbeda, menunjukkan adaptabilitas luar biasa. Bersama PSM Makassar, ia meraih gelar Liga Indonesia tahun 2000. Empat tahun kemudian, ia mengulang sukses dengan Persebaya Surabaya. Total golnya di kancah domestik mencapa lebih dari 170 gol, bukti konsistensi sebagai striker papan atas. Namun, jalan tak selalu mulus. Ia mengalami transisi kasar: menjadi target tekel keras bek lawan dan menghadapi ujian berat saat skandal narkoba membuat PSSI menjatuhkan skorsing dari timnas. Justru di titik terendah ini, karakter pejuangnya teruji. Ia bangkit, mencetak gol, dan terus memenangkan trofi.
Episod pendek di Malaysia dengan Sarawak (2005-2006) membuktikan kelas internasionalnya: 29 gol dari 31 pertandingan. Performa gemilang ini mengingatkan publik pada bakat alami yang pernah bersinar di Eropa.
Mahakarya untuk Garuda
Di timnas Indonesia (1995-2005), Kurniawan adalah simbol produktivitas. Dari 59 penampilan, ia menyumbang 33 gol, menjadikannya pencetak gol terbanyak kedua sepanjang sejarah setelah Bambang Pamungkas. Kontribusinya krusial dalam berbagai turnamen:
- Juara Indonesian Independence Cup (2000)
- Runner-up AFF Championship (2000 dan 2004)
- Medali Perak SEA Games (1997)Kemampuannya membaca permainan dan menyelesaikan peluang sulit membuatnya ditakuti di Asia Tenggara. Rekor ini bukan sekadar statistik, tapi warisan bagi striker muda Indonesia yang ia bina kini.
Metamorfosis dari Striker ke Mentor
Pensiun pada 2013 bukan akhir kontribusinya. Kurniawan beralih ke dunia kepelatihan dengan bekal pengalaman Eropa dan Asia. Ia menjadi asisten pelatih timnas senior (2018) dan U-23 (2019, 2023). Tantangan internasional dihadapi saat melatih Sabah FC di Malaysia (2019-2021). Yang menarik, sejak 2022 hingga awal 2025, ia kembali ke Italia sebagai asisten pelatih di Como, klub Serie B yang ambisius. Peran ini memperdalam pengetahuannya tentang sepakbola modern Eropa.
Sejak pertengahan 2025, Kurniawan mengambil peran strategis: Pelatih Penyerang Timnas Indonesia U-20. Ini bukan sekadar pekerjaan, tapi misi. Ia ingin mentransfer ilmu dari hari-harinya di Sampdoria dan Luzern kepada generasi baru. “Pemain muda Indonesia punya bakat mentah luar biasa. Tugas kita membentuknya jadi penyerang cerdas yang siap bersaing global,” ujarnya dalam sebuah sesi latihan.
Warisan Abadi: Pionir dan Pejuang
Kisah Kurniawan Dwi Yulianto melampaui statistik. Ia adalah simbol ketahanan dan adaptasi:
- Pionir Eropa: Membuktikan pemain Indonesia bisa cetak gol di liga top Eropa.
- Pejuang Domestik: Bangkit dari kontroversi dengan torehan gelar dan gol.
- Mentor Visioner: Mengabdi untuk regenerasi, dari Malaysia hingga Italia.
Kariernya adalah masterclass tentang menghadapi tekanan. Setelah merasakan disiplin sepakbola Eropa, ia harus beradaptasi dengan realitas keras Liga Indonesia. Skorsing dan kritik tak mematahkan semangatnya. Alih-alih, ia menjawab dengan gol dan trofi. Kini, sebagai pelatih, ia menjadi jembatan antara disiplin Eropa dan potensi mentah Indonesia.
Tabel Ringkasan Karier Klub Kurniawan Dwi Yulianto
| Periode | Klub | Penampilan | Gol |
|---|---|---|---|
| 1994-1995 | Sampdoria | 0 | 0 |
| 1994-1996 | FC Luzern (pinjaman) | 12 | 3 |
| 1996-1999 | Pelita Jaya | 44 | 38 |
| 1999-2001 | PSM Makassar | 58 | 37 |
| 2001-2003 | PSPS Pekanbaru | 50 | 28 |
| 2003-2004 | Persebaya Surabaya | 28 | 14 |
| 2004-2005 | Persija Jakarta | 18 | 10 |
| 2005-2006 | Sarawak (Malaysia) | 31 | 29 |
| 2006-2007 | PSS Sleman | 16 | 11 |
| 2007-2008 | Persitara North Jakarta | 32 | 14 |
| 2008-2009 | Persisam Putra Samarinda | 22 | 10 |
| 2009-2010 | Persela Lamongan | 24 | 7 |
| 2010-2011 | Tangerang Wolves | 16 | 6 |
| 2011-2012 | Pro Duta | 27 | 9 |
| 2012-2013 | Persipon Pontianak | 18 | 9 |
| Total | 396 | 215 |
Penutup: Inspirasi yang Tak Pernah Padam
Kurniawan Dwi Yulianto lebih dari sekadar legenda. Ia bukti hidup bahwa mimpi bermain di Eropa bukan ilusi, ketangguhan mental bisa mengubah keterpurukan jadi kesuksesan, dan dedikasi pada sepakbola tak berhenti di garis lapangan. Kini, saat ia membentuk calon penyerang andalan Indonesia U-20, semangat pionirnya terus hidup. Setiap latihan yang ia pimpin adalah warisan dari pemuda yang dulu mencetak sejarah di Swiss, gelandang yang bertahan dari badai kontroversi, dan pelatih yang meyakini masa depan cerah sepakbola Indonesia.
Jejaknya mengajarkan satu hal: legenda sejati tidak hanya dikenang lewat gol, tapi juga lewat jalan yang ia buka untuk generasi berikutnya.
Ikuti terus perkembangan terkini dunia sepakbola dan kisah inspiratif legenda lainnya hanya di score.co.id!












