Klub super league pemain asing terbanyak
Score.co.id – Geliat transfer musim panas 2025 telah mengubah wajah Liga 1 Indonesia secara dramatis. Bayangkan saja: sebelas nama asing bisa terdaftar di satu klub, delapan di antaranya siap turun kapan saja! Regulasi radikal ini bukan sekadar uji coba, melainkan revolusi yang mengundang pertanyaan krusial. Siapa yang paling agresif memanfaatkan peluang ini? Dan lebih penting lagi, akankah kebijakan ini menyetrum kompetisi atau justru memperlebar jurang kompetisi?
Era Baru Super League: Kuota Pemain Asing Meningkat Jadi 11 Pemain
PT Liga Indonesia Baru (LIB) resmi membuka keran lebar-lebar untuk pemain internasional musim ini. Kebijakan terbaru mengizinkan klub mendatangkan hingga 11 pemain asing, dengan batas delapan nama dalam DSP per pertandingan. Lonjakan signifikan dari kuota delapan pemain musim lalu ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing tim-tim Indonesia di kancah Asia. Presiden LIB, Ferry Paulus, menegaskan, “Ini momentum untuk mendongkrak kualitas liga sekaligus mempersiapkan wakil Indonesia lebih kompetitif di Liga Champions AFC.”

Namun, respons klub justru memunculkan fenomena tak terduga. Data per 2 Agustus 2025 mengungkap polarisasi ekstrem: segelintir tim memborong pemain asing, sementara lainnya bersikap sangat hati-hati. Empat klub bahkan menyentuh angka maksimal kuota pendaftaran!
Strategi Klub: Ambisi vs Konservatisme di Musim 2025
Analisis skuad musim 2025/2026 menunjukkan perbedaan filosofi manajemen yang mencolok. Di puncak daftar, empat klub berdiri sejajar dengan sepuluh pemain asing masing-masing:
- Arema FC
- Persik Kediri
- Semen Padang FC
- Bhayangkara FC
Tak kalah agresif, Persib Bandung, Malut United, Borneo FC, Persija Jakarta, dan Madura United mengoleksi sembilan pemain internasional. Langkah ini bukan sekadar eksperimen. Manajer Arema FC, Eduardo Almeida, menjelaskan strateginya: “Dengan jadwal padat (Liga 1, Piala Indonesia, Kompetisi Asia), kedalaman skuad adalah harga mati. Sepuluh pemain asing memberi kami fleksibilitas taktis dan mengurangi risiko cedera.”
Di sisi lain, raksasa seperti Bali United (7 pemain asing), PSM Makassar (7), dan Persis Solo (6) memilih pendekatan berbeda. Direktur Teknik Bali United, Stefano Cugurra, berargumen: “Kami fokus pada keseimbangan. Pemain lokal muda berbakat seperti Marselino Ferdinan dan Rizky Ridho tetap menjadi tulang punggung. Pemain asing kami datangkan hanya untuk posisi spesifik yang tak bisa diisi lokal.”
Polarisasi Liga: Kesenjangan Finansial yang Terlihat Jelas
Kuota baru ini secara tak langsung menjadi barometer kesehatan finansial klub. Investasi untuk sepuluh pemain asing bukan main-main. Biaya transfer, gaji, akomodasi, dan asuransi bisa menembus Rp 200 miliar per klub. Fakta ini menjelaskan mengapa hanya tim dengan pendapatan sponsor besar atau dukungan pemilik kuat yang berani memaksimalkan kuota.
- Klub “All-In” (Arema, Persik, dll): Mengandalkan kedalaman skuad untuk bersaing multi kompetisi. Risiko: Over-reliance pada asing bisa mematikan perkembangan pemain lokal.
- Klub “Selektif” (Bali United, PSM): Memprioritaskan sustainability dan peluang untuk bintang muda. Tantangan: Rentan krisis jika kunci pemain cedera.
Eks pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong, memberikan peringatan: *”Liga Spanyol pernah membuka keran pemain asing tak terkendali di tahun 90-an. Hasilnya, pemain lokal mereka tersingkir. Indonesia perlu belajar dari sejarah. Kuota besar hanya berhasil jika dibarengi program jangka panjang untuk meningkatkan kualitas akademi lokal.”*
Dampak Jangka Panjang: Meningkatkan Level atau Memperlebar Jurang?
Pro kontra kebijakan ini akan diuji sepanjang musim. Argumen pendukung menyatakan:
- Peningkatan dramatis kualitas pertandingan akibat persaingan internal di skuad.
- Transfer pengetahuan dari pemain asing berpengalaman ke pemain lokal.
- Daya tarik liga meningkat, berpotensi menaikkan nilai sponsor dan siaran.
Sementara kekhawatiran terbesar adalah:
- Kesenjangan kompetisi: Klub kaya makin dominan, klub kecil kesulitan mengejar.
- Boom-bust cycle: Jika sponsor/pemilik menarik dana, klub dengan gaji pemain asing tinggi akan kolaps.
- Stagnasi pemain lokal: Potensi berkurangnya menit bermain untuk talenta domestik di posisi kunci (striker, playmaker).
Proyeksi Musim 2025/2026: Siapa yang Paling Diuntungkan?
Berdasarkan komposisi skuad, tim seperti Persib Bandung dan Bhayangkara FC dinilai memiliki strategi paling matang. Mereka tak hanya mengejar kuantitas, tetapi juga:
- Variasi profil pemain: Mengombinasikan bintang berpengalaman (contoh: gelandang eks Liga Portugal di Persib) dengan pemain muda potensial dari Asia Tenggara.
- Coverage posisi krusial: Memiliki minimal dua opsi kuat di setiap lini, terutama lini serang dan bertahan.
Sebaliknya, Semen Padang FC yang juga mendatangkan sepuluh pemain asing justru mendapat sorotan skeptis. Sebagian besar rekrutan mereka berasal dari liga tier dua Eropa atau Asia tanpa rekam jejak jelas di level tinggi. “Risikonya besar. Butuh waktu untuk chemistry. Jika hasil tak segera datang, tekanan ke pelatih dan manajemen akan sangat besar,” komentar pengamat sepakbola Aji Santoso.
Penutup: Revolusi atau Bom Waktu?
Musim 2025/2026 akan menjadi laboratorium raksasa bagi kebijakan pemain asing di Indonesia. Keberhasilan atau kegagalannya tak hanya diukur dari gelar yang diraih klub “pemborong” seperti Arema atau Persik Kediri, tetapi juga dari:
- Dampak terhadap Timnas: Apakah pemain lokal di klub-klub kaya tetap berkembang?
- Kesehatan Finansial Liga: Akankah pendapatan baru (sponsor, tiket, siaran) menutupi biaya operasional membengkak?
- Keseimbangan Kompetisi: Bisakah klub berpendekatan konservatif seperti Bali United tetap bersaing?
Satu hal pasti: peta persaingan Super League telah berubah selamanya. Ambisi dan sumber daya kini berbicara lebih keras dari tradisi atau popularitas semata.
Jangan lewatkan perkembangan transfer, analisis taktik, dan laga panas Liga 1 2025/2026 hanya di Score.co.id – Sumber berita sepakbola terpercaya !












