Kenapa PSG Tidak Kena FFP
score.co.id – Paris Saint-Germain (PSG) telah lama menjadi pusat perdebatan panas seputar Financial Fair Play (FFP). Klub asal Prancis ini kerap membuat kejutan di pasar transfer dengan membeli bintang-bintang mahal seperti Neymar dan Kylian Mbappé, meski aturan FFP dirancang untuk membatasi pengeluaran berlebihan. Lantas, bagaimana PSG bisa terus lolos dari sanksi berat UEFA? Artikel ini akan mengupas strategi keuangan klub, kontroversi sponsor, serta celah regulasi yang memungkinkan mereka “bermain aman” di tengah gelombang kritik.
Memahami Financial Fair Play (FFP): Aturan yang Mengubah Sepak Bola Eropa
FFP diperkenalkan UEFA pada 2011 untuk mencegah klub menghabiskan uang melebihi pendapatan. Tujuannya mulia: menjaga stabilitas keuangan klub dan memastikan kompetisi tetap adil. Klub yang melanggar bisa terkena denda, larangan transfer, atau bahkan diskualifikasi dari kompetisi Eropa.
Namun, implementasinya tidak sesederhana itu. FFP memperbolehkan pemilik klub menyuntikkan dana asalkan digunakan untuk proyek jangka panjang seperti pembangunan fasilitas atau akademi. Di sinilah PSG mulai menemukan celah untuk tetap agresif di pasar transfer.
Investasi Besar-besaran PSG: Transfer yang Mengguncang Pasar
Sejak diakuisisi Qatar Sports Investments (QSI) pada 2011, PSG berubah dari klub biasa menjadi raksasa finansial. Dua transfer paling kontroversial mereka adalah:
Rekor Dunia Neymar: €222 Juta yang Memicu Protes
Pada 2017, PSG membayar klausul pelepasan Neymar sebesar €222 juta, menggandakan rekor transfer sebelumnya. Langkah ini langsung memicu kecurigaan UEFA, karena nilai transfer tersebut hampir menyamai pendapatan tahunan klub.
Retensi Mbappé: Kontrak Mahal dan Bonus Fantastis
PSG kembali membuat kejutan dengan mempertahankan Mbappé pada 2022, meski Real Madrid menawarkan €200 juta. Kontrak pemain Prancis itu dilaporkan bernilai €630 juta untuk tiga tahun, termasuk bonus penandatanganan dan hak gambar.
Kedua transfer ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana PSG bisa memenuhi aturan FFP yang membatasi defisit keuangan maksimal €30 juta dalam tiga tahun?
Sponsor dan Koneksi Qatar: Kunci Keseimbangan Keuangan PSG
Di sinilah strategi PSG mulai terlihat cerdik—dan kontroversial. Klub ini memiliki jaringan sponsor yang erat dengan Qatar, negara pemiliknya.
Nilai Sponsor yang Dipertanyakan
PSG memiliki kesepakatan sponsor utama dengan Qatar National Bank (QNB), Ooredoo (perusahaan telekomunikasi Qatar), dan Qatar Airways. UEFA sempat mempertanyakan apakah nilai sponsor tersebut realistis. Sebagai perbandingan, Manchester City—yang juga dituduh melanggar FFP—memiliki sponsor utama Etihad Airways senilai £67,5 juta per tahun, sementara Qatar Airways membayar PSG sekitar €70 juta/tahun meski klub tidak sepopuler raksasa Eropa lainnya.
Pendapatan dari “Diri Sendiri”
PSG juga menghasilkan pendapatan lewat kesepakatan dengan organisasi pariwisata Qatar dan perusahaan retail milik negara. Kritikus berargumen bahwa ini adalah cara QSI untuk menyuntikkan dana tanpa melanggar FFP secara terang-terangan.
Investigasi UEFA dan Penyelesaian yang Tak Pernah Tuntas
PSG tidak sepenuhnya lolos dari pengawasan UEFA. Mereka pernah dijatuhi hukuman, tetapi tidak sebanding dengan pelanggaran yang dituduhkan.
Denda €10 Juta pada 2014
UEFA menemukan bahwa PSG melanggar aturan FFP dengan defisit keuangan besar. Namun, sanksinya hanya denda €60 juta (€40 juta di antaranya dibayarkan jika melanggar lagi) dan reduksi kuota pemain di Liga Champions.
Kasus 2018: Penyelamatan Lewat Kesepakatan Diam-diam
Setelah transfer Neymar dan Mbappé, UEFA kembali menyelidiki PSG. Hasilnya? Klub ini setuju membayar €40 juta sebagai “penyelesaian damai” tanpa mengakui kesalahan. UEFA juga meminta PSG menjual pemain untuk menyeimbangkan buku, tapi klub malah mempertahankan Mbappé dan Neymar.
Mengapa Sanksi Tidak Lebih Keras?
Beberapa analis menilai UEFA takut menghadapi tantangan hukum dari PSG. Klub ini diketahui memiliki tim hukum yang agresif dan siap menggugat ke pengadilan sipil jika diperlukan.
Perbandingan dengan Klub Lain: Mengapa PSG Terlihat “Istimewa”?
Klub seperti AC Milan, Galatasaray, dan AS Roma pernah dilarang ikut kompetisi Eropa karena FFP. Lalu, mengapa PSG tetap aman?
Perbedaan Strategi Hukum
PSG tidak pernah secara terbuka menolak aturan FFP. Sebaliknya, mereka bekerja sama dengan UEFA sambil mencari celah. Misalnya, dengan menandatangani sponsor jangka panjang yang “meningkatkan pendapatan” secara artifisial.
Dukungan Politik dan Ekonomi Qatar
Sebagai negara dengan pengaruh global, Qatar memiliki posisi tawar kuat. UEFA mungkin enggan berseteru dengan pemegang saham yang juga menjadi sponsor turnamen seperti Champions League.
Evolusi FFP: Perubahan Aturan dan Masa Depan PSG
FFP terus diperbarui untuk menutup celah. Pada 2022, UEFA mengganti sistem FFP dengan Financial Sustainability Regulations (FSR).
Aturan Baru yang Lebih Ketat
FSR membatasi belanja pemain maksimal 70% dari pendapatan klub. PSG diklaim sudah memenuhi aturan ini berkat peningkatan pendapatan komersial. Namun, skeptisisme tetap ada, terutama terkait validitas sponsor mereka.
Ancaman bagi PSG
Jika UEFA benar-benar ketat menilai hubungan sponsor PSG dengan Qatar, klub ini bisa terancam sanksi. Namun, dengan kekuatan finansial dan politik yang dimiliki pemiliknya, pertarungan hukum akan berlangsung alot.
Penutup
Kasus PSG dan FFP adalah cerminan kompleksitas sepak bola modern. Di satu sisi, aturan dibuat untuk menjaga fair play; di sisi lain, kekuatan uang dan politik seringkali berbicara lebih lantang. PSG mungkin belum “terjatuh” karena kombinasi strategi finansial kreatif, tim hukum tangguh, dan pengaruh geopolitik Qatar. Namun, tekanan pada UEFA untuk bertindak adil semakin besar. Jika suatu hari klub ini benar-benar dihukum, itu akan menjadi preseden baru yang mengubah wajah sepak bola Eropa selamanya.












