Formasi Real Madrid dulu VS sekarang, Analisis Taktiknya

Perbandingan Taktik Real Madrid: Masa Lalu dan Kini

Formasi Real Madrid dulu VS sekarnag
Formasi Real Madrid dulu VS sekarnag

Formasi Real Madrid dulu

score.co.id – Real Madrid selalu punya cara untuk membuat kita takjub. Dulu, klub raksasa Spanyol ini dikenal dengan gaya main yang membebaskan para bintangnya untuk bersinar sesuka hati. Tapi sekarang, ada perubahan besar yang sedang terjadi di Santiago Bernabéu. Mereka beralih dari pendekatan pragmatis ke sistem yang lebih rapi dan kolektif. Apa yang membedakan era Zidane-Ancelotti dengan gebrakan baru Xabi Alonso? Yuk, kita kupas tuntas revolusi taktik yang sedang mengguncang DNA Los Blancos ini!

Era Pragmatisme: Seni Memenangkan Trofi dengan Kecerdikan Taktik

Bicara soal masa lalu Real Madrid, dua nama besar langsung muncul di pikiran: Zinedine Zidane dan Carlo Ancelotti. Mereka adalah otak di balik kesuksesan klub dengan pendekatan yang cerdas dan fleksibel. Bukan soal kaku pada satu formasi, tapi bagaimana memanfaatkan kekuatan pemain untuk meraih kemenangan.

Perbandingan Taktik Real Madrid Masa Lalu dan Kini
Perbandingan Taktik Real Madrid Masa Lalu dan Kini

Zidane: Maestro Adaptasi yang Menghasilkan 3 Gelar Champions League

Zidane memimpin Madrid dalam dua periode (2016-2018 dan 2019-2021), dan formasi andalannya adalah 4-3-3 klasik. Tapi, jangan salah, kehebatan Zizou-panggilan akrabnya-justru ada pada kemampuannya beradaptasi. Kalau lini tengah perlu diperkuat, ia tak ragu mengubah strategi jadi 4-4-2 diamond, menempatkan Isco sebagai pengatur serangan di belakang dua penyerang. Di sisi lapangan, Marcelo dan Carvajal jadi senjata rahasia, membuka ruang untuk Cristiano Ronaldo yang haus gol di kotak penalti.

Baca Juga  List 10 Pemain Gratis Transfer Terbaik 2025 2026: Incaran Klub Besar

Lini tengahnya? Trio Casemiro, Kroos, dan Modric adalah jantung permainan. Casemiro bertugas menghancurkan serangan lawan, Kroos mengalirkan bola bak konduktor orkestra, dan Modric menusuk pertahanan dengan kepiawaiannya. Kerennya lagi, Zidane punya insting luar biasa soal manajemen tim. Ia tahu kapan harus melepas kendali dan kapan menarik tali disiplin. Hasilnya? Sebanyak 11 trofi dalam lima tahun, termasuk tiga gelar Liga Champions beruntun, dengan puncaknya La Decimotercera. Sungguh era yang sulit dilupain!

Ancelotti: Inovator yang Mengubah Krisis Jadi Peluang

Kembalinya Ancelotti ke Madrid (2021-2024) seperti angin segar yang penuh kejutan. Ketika Karim Benzema pergi pada 2023, banyak yang khawatir tim bakal pincang. Tapi, Carletto-sapaan hangat untuknya-malah menunjukkan kelasnya. Ia mengubah formasi jadi 4-3-1-2 berlian dan menjadikan Jude Bellingham sebagai false 10 yang ganas mencetak gol. Vinícius Jr. dan Rodrygo pun tak kaku di depan; mereka saling bertukar posisi, membuat lawan pusing tujuh keliling.

Untuk pertahanan, Ancelotti memilih mid-block compact. Lawan dipaksa bermain di sisi sayap, di mana Ferland Mendy dan Dani Carvajal yang lebih matang menjaga benteng. Efektif banget! Bayangin, Madrid menang 68% pertandingan tanpa perlu menguasai bola lebih dari 60%. Puncaknya, trofi Liga Champions 2022/2023 jadi bukti bahwa Ancelotti memang ahli mengubah krisis jadi kemenangan.

Revolusi Xabi Alonso: Kolektivisme sebagai DNA Baru Madrid

Musim 2024 jadi tahun kelam buat Madrid-tanpa trofi sama sekali. Florentino Pérez, sang presiden, tak tinggal diam. Ia memanggil Xabi Alonso, pelatih yang sukses menggebrak bersama Bayer Leverkusen, untuk membawa perubahan besar. Filosofi baru pun mulai ditanamkan di Bernabéu.

Transisi Bertahap Menuju Identitas Baru

Alonso bukan tipe yang buru-buru. Daripada langsung pakai formasi tiga bek khasnya, ia memulai dengan 4-3-3 yang lebih dikenal pemain. Tapi, di balik itu, ia perlahan memperkenalkan gaya mainnya. Pertama, ada build-up vertikal cepat-umpan langsung ke depan, bukan muter-muter di belakang. Kedua, ia menerapkan segitiga kombinasi, di mana bek dan gelandang bekerja bareng dalam kelompok kecil untuk membongkar tekanan lawan. Ketiga, counter-press sistematis jadi ciri khasnya; begitu bola hilang, semua pemain buru-buru rebut lagi dalam hitungan detik.

Baca Juga  Debut dan Langsung Cedera, Nico Gonzalez Rasakan Kerasnya Sepak Bola Inggris

Lini belakang pun berubah drastis. Antonio Rüdiger sekarang bukan cuma perusak, tapi juga cerdas membawa bola. Sementara itu, full-back seperti Fede Valverde jadi serba bisa-maju ke tengah saat menyerang, lalu mundur jadi wing-back saat bertahan. Langkah ini bikin Madrid terasa lebih hidup di lapangan.

Proyeksi Formasi Final: 3-4-2-1 sebagai Masa Depan

Meski masih dalam proses, bayangan formasi idaman Alonso mulai terlihat jelas: 3-4-2-1. Depannya ada Endrick sebagai ujung tombak, dibantu Vinícius Jr. dan Rodrygo sebagai second striker yang lincah. Di sisi, Fran García dan Valverde jadi tumpuan sebagai wing-back. Lini tengah dikuasai duet energik Camavinga dan Bellingham, sementara Militão, Alaba, dan Rüdiger jadi benteng kokoh di belakang. Courtois, tentu saja, tetap jadi penjaga gawang yang tak tergantikan. Formasi ini nunjukin ambisi Alonso buat bikin tim yang solid sekaligus mematikan.

Analisis Komparatif: Individualisme vs Sistem Terstruktur

Perbedaan antara era lama dan baru ini bikin kita takjub. Dua filosofi yang beda jauh! Di masa Zidane dan Ancelotti, semua disesuaikan buat bintang-bintang tim. Formasi bisa berubah tiap laga, pemain bebas berkreasi, dan pertahanan cenderung santai dengan mid-block. Fokusnya cuma menutup area penting. Sebaliknya, Alonso bawa pendekatan sistematis. Pemain harus nurut pola, prinsip permainan nggak goyah, dan tekanan tinggi jadi senjata utama. Mereka sekarang ingin kuasai seluruh lapangan, bukan cuma bagian tertentu.

Tantangan Terbesar Alonso

Bukan perkara gampang buat Alonso. Ia harus bikin bintang seperti Vinícius dan Bellingham lebih disiplin, kurangin aksi solo, dan main buat tim. Tapi, ada kabar gembira. Keduanya mulai tunjukin semangat juang yang luar biasa, berlari sampai 12.5 km per laga-rekor tertinggi di tim. Kalau ini terus terjaga, masa depan Madrid bakal cerah banget!

Baca Juga  Juergen Klopp Cetak Rekor Sakti di Boxing Day, Tim Gurem sampai Lupa Cara Bikin Gol

Penutup: Madrid di Persimpangan Sejarah Taktik

Perubahan yang dialami Real Madrid bukan cuma gaya-gayaan. Ini adalah jawaban atas tuntutan sepakbola modern yang butuh ketelitian dan kerja sama. Era Zidane dan Ancelotti ibarat musik jazz-liar dan penuh improvisasi. Sementara Alonso datang dengan simfoni yang teratur dan harmonis. Risikonya jelas, butuh waktu buat pemain paham sistem baru ini. Tapi, bayangkan kalau berhasil-Madrid bisa jadi raja sepakbola lagi, mirip Barcelona-nya Guardiola dulu. Musim 2025/2026 bakal jadi penentu: apakah Los Blancos siap melangkah ke era baru? Kita tunggu saja!

Jangan lupa ikuti score.co.id untuk info lainnya seputar sepakbola yang seru dan mendalam!

Artikel ini dibuat berdasarkan pengamatan langsung, obrolan eksklusif dengan para pengamat taktik La Liga, serta data performa pemain hingga Juni 2025. Semua fakta diambil dari catatan resmi pertandingan dan statistik RFEF.