Van Gastel vs Mantan Pelatih PSIM
score.co.id – Sebuah angin perubahan berhembus kencang di kantung bola Indonesia, tepatnya di Kota Yogyakarta. PSIM, sang Laskar Mataram yang baru saja kembali ke kasta tertinggi, tidak hanya mengalami perubahan status kompetisi, tetapi juga sebuah revolusi filosofi sepak bola. Pergantian dari Erwan Hendarwanto, sang arsitek promosi, kepada Jean-Paul van Gastel, pelatih berlisensi Eropa, bukan sekadar ganti nama. Ini adalah lompatan dari sepak bola pragmatis menuju sebuah visi modern yang ambisius. Lantas, seperti apa transformasi taktik yang terjadi, dan bagaimana dampak instan yang dirasakan di Super League 2025/2026?
Dua Filosofi Berbeda untuk Dua Level Kompetisi
Era Erwan Hendarwanto: Masterpiece Pragmatisme di Liga 2
Sebelum menapaki Super League, PSIM harus melewati gerbang Liga 2. Di sinilah Erwan Hendarwanto membuktikan kehebatannya. Dengan pendekatan yang sederhana namun efektif, Hendarwanto membangun benteng pertahanan yang kokoh. Formasi 5-3-2 atau 4-4-2 defensif menjadi pilihan utama, dengan prinsip utama: bertahan kompak dan menyerang dengan serangan balik cepat. Gaya ini sempurna untuk level Liga 2 di mana efisiensi berbicara lebih lantang daripada dominasi permainan.

Kesuksesan puncaknya terukir pada 26 Februari 2025, ketika PSIM menaklukkan Bhayangkara FC dengan skor 3-1 di Stadion Manahan, Solo, untuk meraih gelar juara Liga 2. Chemistry tim yang dibangun melalui latihan intensif dan manajemen cedera yang minim adalah kunci utama. Namun, di balik kesuksesan itu, tersimpan sebuah keterbatasan. Lisensi AFC A yang dimiliki Hendarwanto dinilai tidak cukup untuk tantangan yang lebih berat di Super League, memaksa manajemen untuk mencari sosok baru dengan kualifikasi lebih tinggi.
Kedatangan Sang Visioner: Jean-Paul van Gastel
Pada 17 Juni 2025, PSIM resmi memperkenalkan Jean-Paul van Gastel sebagai nahkoda baru. Nama ini bukanlah nama asing di dunia sepak bola. Eks kapten Feyenoord ini memiliki rekam jejak mentereng di balik bangku cadangan, terutama sebagai asisten Ronald Koeman dan Giovanni van Bronckhorst saat membawa Feyenoord juara Eredivisie 2016/2017. Pengalamannya tidak berhenti di Eropa; ia juga pernah menantang diri di Asia dengan melatih Guangzhou City dan yang terbaru, sukses membawa NAC Breda promosi ke Eredivisie.
Van Gastel datang dengan membawa filosofi sepak bola Holandia yang kental: penguasaan bola, pressing tinggi untuk merebut bola secepat mungkin, dan fleksibilitas formasi. Visinya jelas: bukan sekadar bertahan dari degradasi, tetapi membangun fondasi yang kuat untuk stabilitas jangka panjang. Ini adalah sebuah perubahan paradigma yang radikal dari gaya bermain yang sebelumnya dianut.
Analisis Mendalam: Membongkar Perubahan Sistem Permainan
Perbedaan antara kedua era ini begitu mencolok, hampir di setiap aspek permainan. Van Gastel seakan membongkar sistem lama dan membangun ulang dari fondasi.
Dari Bertahan Menunggu ke Menekan Aktif
Di era Hendarwanto, PSIM sering kali rela menyerahkan inisiatif permainan kepada lawan. Tim berkonsentrasi untuk membentuk blok pertahanan yang sulit ditembus, lalu memanfaatkan kecepatan pemain depan seperti Rafinha untuk melancarkan serangan balik yang mematikan. Ini adalah strategi yang rendah risiko dan terbukti efektif di Liga 2.
Sebaliknya, van Gastel menginginkan timnya menjadi aktor utama di lapangan. PSIM sekarang didorong untuk memegang kendali permainan, mempertahankan penguasaan bola, dan menekan lawan secara agresif begitu kehilangan bola. Formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3 yang fleksibel menjadi pilihan, memungkinkan lebih banyak variasi dalam membangun serangan. Transisi dari tim reaktif menjadi tim proaktif inilah yang menjadi inti dari revolusi van Gastel.
Tabel Perbandingan Taktik: Era Hendarwanto vs Era Van Gastel
| Aspek Taktik | Era Erwan Hendarwanto (Liga 2 2024/2025) | Era Jean-Paul van Gastel (Super League 2025/2026) |
|---|---|---|
| Formasi Utama | 5-3-2 / 4-4-2 defensif | 4-2-3-1 / 4-3-3 fleksibel |
| Gaya Bermain | Counter-attack, solid di belakang | Penguasaan bola, pressing intens |
| Fokus Latihan | Chemistry tim, manajemen cedera | Kebugaran fisik tinggi, kompleksitas taktik |
| Kelebihan | Efektif untuk promosi | Kreativitas serangan, fondasi jangka panjang |
| Kelemahan | Kurang adaptif di level atas | Masa adaptasi sulit, butuh pemain berkualitas |
| Contoh Pertandingan | Final Liga 2: 3-1 vs Bhayangkara | 3-1 vs Bali United, 1-3 vs Borneo FC |
Dampak Langsung dan Tantangan di Lapangan Hijau
Masa Adaptasi yang Berliku
Revolusi tidak pernah berjalan mulus. Proses adaptasi taktik baru Van Gastel terasa begitu berat di awal. Kekalahan telak 0-6 dari Bali United dalam laga uji coba pada Juli 2025 menjadi pelajaran pahit. Kekalahan tersebut membuktikan bahwa tim butuh waktu untuk menyerap filosofi baru dan, yang terpenting, meningkatkan level kebugaran fisik secara drastis. Permintaan van Gastel akan intensitas tinggi dalam pressing dan penguasaan bola menuntut kondisi fisik yang jauh lebih baik daripada yang dibutuhkan di Liga 2.
Kontroversi Rotasi dan Standar Baru
Salah satu dampak paling nyata dan sedikit kontroversial adalah kebijakan rotasi pemain van Gastel. Rafinha, sang pencetak gol heroik di final Liga 2, justru sering kali harus puas duduk di bangku cadangan. Keputusan ini tentu memicu tanya di kalangan suporter. Van Gastel dengan tegas menjelaskan bahwa standar di Super League berbeda. Ia membutuhkan pemain yang tidak hanya memiliki skill teknis, tetapi juga kemampuan taktis, fisik, dan mental yang memadai untuk menjalankan sistemnya. Bagi van Gastel, semua pemain harus menaikkan standar mereka, tidak peduli seberapa besar jasa mereka di masa lalu.
Kilau Harapan di Tengah Tantangan
Namun, buah dari kerja keras mulai terpetik. Kemenangan mentereng 3-1 atas Bali United pada 20 September 2025 menjadi bukti bahwa sistem van Gastel bisa bekerja. Dalam laga itu, PSIM tampil percaya diri, menerapkan pressing dengan disiplin, dan mengeksekusi peluang dengan efisien. Van Gastel sendiri, yang dianugerahi gelar “Coach of the Week” pada 8 Oktober 2025, memberikan pujian sederhana, “Saya memberikan mereka senjata, dan para pemain yang mengeksekusi dengan brilian.” Hingga pertengahan Oktober 2025, catatan 4 menang, 3 imbang, dan 3 kekalahan menempatkan PSIM di posisi tengah klasemen, sebuah pencapaian yang cukup solid untuk tim promosi.
Proyeksi Masa Depan: Bisakah Revolusi Van Gastel Bertahan?
Target Realistis dan Optimisme
Target utama PSIM di musim perdana mereka kembali ke Super League adalah jelas: menghindari degradasi. Dengan performa yang ditunjukkan sejauh ini, target itu terlihat sangat mungkin tercapai. Van Gastel dikenal dengan optimismenya, sering menyebut bahwa “sepak bola penuh dengan kejutan.” Pengalamannya membawa NAC Breda promosi memberinya keyakinan bahwa ia bisa mengulangi kesuksesan serupa, meski dengan konteks yang berbeda, yaitu mempertahankan status.
Tren Pelatih Belanda dan Integrasi Budaya
Van Gastel bukanlah satu-satunya pelatih Belanda di Super League 2025/2026. Ia merupakan bagian dari tren yang mencakup Johnny Jansen (Bali United), Jan Olde Riekerink (Dewa United), dan Peter de Roo (Persis Solo). Kehadiran mereka membawa warna taktik baru yang segar di sepak bola Indonesia. Namun, tantangan terbesarnya adalah mengintegrasikan filosofi sepak bola Eropa yang modern dengan identitas dan kultur sepak bola lokal. Kemampuan van Gastel dalam memahami dan menghormati budaya klub, sekaligus tetap pada prinsip taktiknya, akan menjadi kunci keberhasilan jangka panjang.
Kutipan Menarik: Suara dari Sang Pelatih
Dalam sebuah diskusi dengan sesama pelatih Belanda, Pieter Huistra dari PSS Sleman, Van Gastel pernah menyoroti akar perbedaan sepak bola Indonesia dan Belanda. “Di Belanda, kami mulai membina pemain sejak usia empat tahun di akademi yang terstruktur. Di sini, fokusnya seringkali lebih pada tim nasional, sementara pembinaan usia dini masih perlu banyak perbaikan,” ujarnya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa ia tidak hanya melihat kebutuhan jangka pendek, tetapi juga memikirkan fondasi yang lebih luas untuk perkembangan sepak bola Indonesia.
Penutup: Sebuah Babak Baru yang Menjanjikan
Era Jean-Paul van Gastel di PSIM Yogyakarta telah membuka babak baru yang penuh dengan dinamika. Perbedaannya dengan era Erwan Hendarwanto begitu jelas, bagai siang dan malam. Dari pendekatan defensif dan pragmatis yang sukses membawa promosi, menuju filosofi menyerang, berani, dan visioner yang bertahan di level tertinggi. Jalan yang ditempuh masih panjang dan berliku. Kekalahan seperti dari Borneo FC mengingatkan bahwa konsistensi adalah harga mati. Namun, kemenangan gemilang atas Bali United dan posisi aman di klasemen membuktikan bahwa revolusi ini berada di jalur yang tepat. Van Gastel bukan hanya membawa taktik baru; ia membawa sebuah mimpi untuk mengukir identitas baru PSIM sebagai tim yang tidak hanya sekadar bertahan, tetapi juga mampu bersaing dengan gaya yang memukau.
Ikuti terus perkembangan terkini seputar Laskar Mataram dan berita sepakbola Indonesia lainnya hanya di Score.co.id!












