Score – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan studi teknis dalam rangka pendalaman pelaksanaan direct-action program yang akan dilaksanakan di Indonesia ke Swiss.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati dalam keterangannya disiarkan di Jakarta, Jumat, mengatakan kemitraan Indonesia dan Swiss dalam penanggulangan bencana dapat memperkuat dan memperluas kapasitas Indonesia dalam industrialisasi baik di tingkat Upstream-Midstream-Downstream dalam penanggulangan bencana.
“Selain itu, kami juga perlu mempersiapkan diri setelah SDGs dan SFDRR selesai dengan pelaksanaan RIPB 2044 serta berpegangan kepada sustainable resilience yang merupakan salah satu solusi terhadap risiko yang sistemik,” kata Radit.
Delegasi Indonesia mengunjungi tiga tingkat pemerintahan negara yaitu tingkat Federal (National), Kanton (Provinsi), dan Municipality (Lokal/Kabupaten/Kota) untuk mengetahui manajemen penanggulangan bencana di negara yang dijuluki sebagai “Negara terbersih di dunia” itu.
Kegiatan tersebut berlangsung pada Minggu (24/9) hingga Sabtu (30/9).
Kegiatan studi teknis dibuka oleh Kepala Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC) tingkat Asia, Sabine Rosenthaler. Pada sesi pembukaan, Sabine menyampaikan kemitraan Indonesia dengan Swiss dalam Penanggulangan Bencana merupakan langkah strategis untuk mencapai resiliensi bersama.
Pembagian kewenangan di pemerintahan Swiss mirip dengan Indonesia, yakni memiliki 3 level pemerintahan yaitu tingkat Federal (National), Kanton (Provinsi), dan Municipality (Lokal/Kabupaten/Kota). Pada setiap tingkatan, terdapat pembagian kewenangan dan tanggung jawab, kekuatan otonomi, pendanaan, dan urusan penanggulangan bencana.
Dari studi teknis yang dilakukan, diketahui pada level federal atau setingkat nasional, pengembangan standardisasi dan acuan dalam mengelola risiko bencana dikolaborasikan dengan berbagai stakeholder antara lain Association of specialists in Natural Disasters (FAN), Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC), dan sektor swasta seperti Swiss Society of Engineers & Architects (SIA).
Manajemen risiko di tingkat Kanton telah terintegrasi dengan berbagai sektor, baik di tingkat Federal, Kanton, dan Municipality.
Pada saat krisis, Pemerintah Kanton dapat mengaktifkan OCC (Cantonal Command Staff) untuk mengkoordinasikan seluruh upaya penanganan darurat. Pencatatan dan pendokumentasian bencana dilakukan semenjak abad ke-16 baik pada level kanton maupun municipal. Pemerintah juga telah memiliki platform dalam mengakomodir dokumentasi kejadian bencana. Indonesia juga dapat pembelajaran penerapan konsep Cost Benefit Analysis (Analisis Biaya & Manfaat) oleh pemerintah Swiss.
Kunjungan yang dilakukan selama satu minggu tersebut juga meliputi diskusi dengan pemerintah Canton du Valais, Municipality Ville de Martigny, Municipality Val de Bagnes, dan Municipality Orsières di masing-masing kantor pemerintahannya.
Kunjungan dilengkapi dengan site visit untuk melakukan pembelajaran langsung manajemen penanggulangan bencana terintegrasi seperti lokasi mega projek pengelolaan daerah aliran sungai Rhône, Rehabilitasi sungai Dransen, dan Sediment Dam di Kota Martigny yang termasuk ke dalam proyek pengurangan risiko bencana.
Selanjutnya rombongan juga mengunjungi Pusat Operasi Darurat serta area Mudflows dan Area Aluvial di wilayah Torrents de la Fouly, yang berfokus pada pembelajaran pola bencana pada lokasi tersebut. Dijelaskan juga sistem multi hazard early warning system fusible bridge yang disiapkan pada lokasi tersebut.
Pada hari terakhir kunjungan lapangan dilakukan di Torrent du Merdenson dan Les Ruinettes untuk membahas sistem antisipasi longsoran batu dan salju yang dikelola oleh pemerintah kota Val de Bagnes.