Akademisi: Perlu rekonstruksi konsep moderasi beragama

Akademisi: Perlu rekonstruksi konsep moderasi beragama

Akademisi: Perlu rekonstruksi konsep moderasi beragama

Score – Dosen Departemen Teologi di Notre Drame University Amerika Serikat (AS) Mun’im Sirry menilai moderasi beragama merupakan konsep yang berupaya membangun masyarakat harmonis di tengah keberagaman.

Namun, menurut dia, konsep tersebut harus direkonstruksi secara konseptual agar dapat dipahami masyarakat dan diterapkan dengan baik.

“Istilah moderasi beragama ini sudah menjadi kata kunci dalam upaya membangun masyarakat kita yang harmonis. Maka, kita sebagai sarjana perlu memikirkan secara serius bagaimana seharusnya secara konseptual, moderasi beragama itu dapat dipahami,” kata Mun’im Sirry dalam diskusi Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia Kawasan (PPIDK) Timur Tengah dan Afrika di Tunis, Tunisia, Senin (17/7).

Menurut dia, Kementerian Agama RI memunculkan konsep moderasi beragama sebagai diskursus alternatif terhadap paham radikal.

Namun, dia menilai konsep moderasi beragama masih relatif konseptual dan diperlukan adanya kerangka teoritis yang matang.

“Sebenarnya, secara konseptual moderasi beragama yang kita kembangkan itu minim kerangka teoritis. Kementerian Agama memunculkan moderasi beragama sebagai diskursus alternatif terhadap paham radikal, namun konsep tersebut belum cukup jelas,” ujarnya.

Mun’im menjelaskan bahwa di Barat, moderasi beragama cenderung membedakan antara Islam moderat dan radikal.

Karena itu, menurut dia, konsep tersebut di Barat dicurigai kalangan akademisi karena pemerintah membedakan antara Muslim yang baik dan jahat.

Dia menilai apabila konsep tersebut digali lebih dalam lagi, maka semangat moderasi dalam Al Quran itu terkait dengan ide-ide progresif yang mempersoalkan tradisi agama-agama sebelumnya.

Dia menyebutkan bahwa panduan konsep moderasi beragama itu dapat digali dalam Surat al-Baqarah ayat 143.

“Ayat ini yang dijadikan sebagai panduan konsep moderasi beragama karena menyebutkan kata ‘ummat wasath’,” katanya.

Menurut dia, konsep moderasi dalam Al Quran mempunyai dimensi reformis yang artinya hendak mereformasi tradisi Yahudi dan Kristen.

Baca Juga  Kata Shin Tae-yong usai Timnas U-23 Indonesia Kalahkan UEA, Soroti Satu Hal

Dia menjelaskan dalam perspektif Al Quran, Yahudi terlalu mementingkan aspek-aspek hukum yang literal dan Kristen terlalu mementingkan konsep kasih sehingga melupakan aspek legal formal.

“Sedangkan Islam, mengajukan konsep moderasi sebagai titik keduanya. Jadi, moderasi yang dikembangkan Al Quran itu mempunyai dimensi reformasi yang hendak mereformasi tradisi Yahudi dan Kristen,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *