Cleylton Kartu Merah
score.co.id – Dentuman peluit wasit Heru Santoso pada menit ke-45+2 laga Persita Tangerang vs Persikabo 1973 mengubah dinamika pertandingan sekaligus memicu badai kontroversi. Cleylton Santos, kapten Persita, terduduk lesu di lapangan sambil menatap kartu merah yang baru saja dikibarkan—sebuah keputusan yang disebut banyak pihak sebagai “kekeliruan fatal”. Insiden ini tidak hanya merenggut kemenangan potensial tim tuan rumah, tetapi juga membuka kembali kotak Pandora problem klasik sepakbola Indonesia: konsistensi keputusan wasit.
Kronologi Insiden yang Mengguncang Stadion Dipta
Persita tampil agresif sejak menit awal, berusaha memanfaatkan dukungan ribuan suporter yang memadati tribun. Situasi berubah drastis jelang turun minum, ketika Cleylton terlibat duel udara dengan Pedro Augusto di kotak penalti. Rekaman tayang ulang memperlihatkan bek asal Brasil itu menyundul bola lebih dulu, sementara kaki kanannya menyentuh paha lawan. Wasit Heru, tanpa ragu, langsung mengacungkan kartu merah—keputusan yang membuat seluruh pemain Persita membentuk lingkaran protes.
Aksi ini terjadi di luar kotak penalti, namun Heru menilai kontak tersebut sebagai tindakan berbahaya. Ironisnya, asisten VAR tidak merekomendasikan peninjauan ulang karena insiden dianggap “jelas dan tidak memerlukan intervensi”. Padahal, aturan IFAB mengizinkan wasit meminta review untuk keputusan kartu merah langsung.
Reaksi Pelatih: “Kami Dirugikan Secara Sistemik”
Fabio Lefundes, pelatih kepala Persita, tampak kesulitan menyembunyikan kekecewaan dalam konferensi pers. “Cleylton adalah pemain paling disiplin di skuad. Dia hanya ingin memenangkan bola, bukan melukai lawan,” ujarnya dengan nada tinggi. Lefundes juga menyoroti paradoks penggunaan teknologi: “VAR ada untuk menghindari kesalahan fatal, tapi kenapa tidak digunakan saat dibutuhkan?”
Protes ini bukan tanpa dasar. Statistik pertandingan menunjukkan Cleylton hanya melakukan dua pelanggaran sepanjang babak pertama, jauh di bawah rata-rata tiga kali per laga yang biasa ia lakukan. Bahkan, duel dengan Pedro Augusto tercatat sebagai kontak pertama yang dianggap berisiko.
Dampak Kartu Merah pada Strategi Tim
Kehilangan kapten sekaligus tulang punggung lini belakang di menit-menit krusial memaksa Persita mengubah formasi dari 4-2-3-1 menjadi 5-3-1. Efeknya langsung terasa: Persikabo membombardir pertahanan dengan 8 tembakan di babak kedua, meski hanya satu yang menjadi gol.
Pemain pengganti Bae Sin-yeong menjadi penyelamat dengan gol penyama kedudukan di menit ke-78, tapi Lefundes menegaskan tim kehilangan 43% efektivitas serangan balik tanpa Cleylton. “Dia bukan sekadar bek, tapi motor penggerak transisi dari bertahan ke menyerang,” papar pelatih asal Portugal itu.
Sanksi Komdis PSSI yang Menuai Kritik
Komite Disiplin PSSI menjatuhkan hukuman larangan tampil satu laga dan denda Rp5 juta kepada Cleylton—keputusan yang disebut banyak pengamat terlalu ringan untuk insiden “serius”. Namun, Persita justru mengajukan banding dengan alasan pelanggaran tidak memenuhi kriteria serious foul play menurut pasal 12 IFAB.
Berdasarkan dokumen banding yang bocor ke media, tim hukum Persita menyertakan analisis biomekanika yang membuktikan kecepatan tabrakan hanya 18 km/jam, di bawah ambang batas 24 km/jam yang bisa dikategorikan berbahaya. Mereka juga membandingkan dengan insiden Ryohei Miyazaki (Bhayangkara FC) yang hanya dapat kartu kuning untuk pelanggaran lebih keras.
Profil Cleylton: Dari Brasil ke Hati Suporter Persita
Pemain berusia 29 tahun ini sudah menjadi ikon Persita sejak bergabung pada 2022. Dari 60 penampilan, ia mencetak 4 gol—semuanya dari sundulan kepala—dan mencatatkan 89% tackle berhasil. Yang membuatnya spesial adalah komitmennya: di tengau gaji yang kerap telat, Cleylton menolak tawaran dari klub Malaysia demi menyelesaikan kontrak.
“Persita adalah keluarga kedua saya,” ujarnya dalam wawancara eksklusif pekan lalu. Pernyataan ini semakin membakar emosi suporter yang kini menggalang petisi dukungan untuk pemainnya.
Kontroversi Wasit Liga 1: Riwayat yang Berulang
Insiden Cleylton bukan yang pertama—atau terakhir—dalam catatan kelam perwasitan Indonesia. Data Komdis PSSI mencatat 23 keputusan kontroversial sepanjang 2024, dengan 14 di antaranya melibatkan kartu merah. Yang paling menyakitkan adalah kasus Ryohei Miyazaki (Bhayangkara FC) yang hanya dihukum kartu kuning setelah melibas pemain lawan hingga cedera engkel.
Ketidakjelasan standar penggunaan VAR memperparah situasi. Hanya 30% pertandingan Liga 1 yang menggunakan VAR penuh, selebihnya mengandalkan asisten VAR dengan teknologi terbatas. Padahal, anggaran untuk sistem ini sudah menghabiskan Rp28 miliar per musim.
Masa Depan Perwasitan Indonesia: Antara Harapan dan Realita
Insiden Cleylton menjadi alarm bagi PSSI. Pelatihan wasit yang intensif dan transparansi proses pengambilan keputusan harus jadi prioritas. Beberapa langkah konkret yang bisa diambil:
- Sertifikasi Khusus Wasit VAR: Hanya 40% wasit Liga 1 yang memiliki lisensi operasional VAR.
- Publikasi Catatan Keputusan: Suporter berhak tahu alasan di balik kartu merah atau penalti.
- Penerapan Teknologi Garis Gawang: Minimnya insiden ghost goal di Liga 1 bukan karena akurasi, tapi karena kurangnya alat.
Penutup
Kartu merah Cleylton bukan sekadar insiden 90 menit di lapangan, melainkan cerminan dari sistem yang perlu diperbaiki. Sementara banding Persita masih digodok, yang tersisa adalah harapan agar kontroversi ini menjadi katalisator perubahan—bukan sekadar tambahan dalam daftar keluhan panjang pecinta sepakbola tanah air.
score.co.id – Berita sepakbola terkini dengan analisis mendalam!
