Juara Liga Inggris Terbanyak 10 Tahun Terakhir: Dominasi Klub Elite

Rekap Dominasi Tim Papan Atas di Kompetisi Premier League

Juara Liga Inggris Terbanyak 10 Tahun Terakhir
Juara Liga Inggris Terbanyak 10 Tahun Terakhir

Juara Liga Inggris Terbanyak 10 Tahun Terakhir

score.co.id – Sepakbola Inggris dalam dekade terakhir menjadi panggung pertunjukan tak terbantahkan bagi satu nama: Manchester City. Sementara rival-rival tradisional seperti Manchester United dan Arsenal berjuang menemukan identitas, The Citizens menorehkan sejarah dengan tujuh trofi Premier League sejak 2014/15. Kisah ini bukan sekadar tentang uang atau bintang-bintang mahal, melainkan revolusi taktis, manajemen visioner, dan kegigihan menghadapi tekanan kompetisi terberat di dunia. Mari menyelami dinamika di balik hegemoni City, kejutan yang menggetarkan, serta geliat klub lain yang berusaha mengoyak status quo.

Rekap Dominasi Tim Papan Atas di Kompetisi Premier League
Rekap Dominasi Tim Papan Atas di Kompetisi Premier League

Revolusi Guardiola: Seni Mengubah Tim Jadi Mesin Kemenangan

Ketika Pep Guardiola tiba di Etihad Stadium pada 2016, banyak yang meragukan filosofi tiki-taka-nya bisa bertahan di fisiknya Liga Inggris. Delapan tahun kemudian, pelatih asal Catalunya itu membungkam kritik dengan enam gelar Premier League—sebuah mahakarya yang mengubah cara dunia memandang sepakbola modern.

Adaptasi Taktik yang Menginspirasi

Guardiola tak sekadar membawa gaya possession-based football, tapi menciptakan varian lebih dinamis. Dengan memanfaatkan inverted full-backs seperti João Cancelo yang berubah jadi playmaker, dan rotasi posisi sayap yang membingungkan lawan, City menciptakan pola serangan tak terduga. Statistik mengejutkan: 63% gol mereka dalam lima musim terakhir berasal dari kombinasi lima sentuhan atau kurang—bukti efisiensi di tengah dominasi bola.

Musim 2023/24 menjadi puncak kedigdayaan: Erling Haaland mencetak 36 gol liga (rekor baru), sementara Kevin De Bruyne mencatatkan 18 assist. Tapi yang lebih mengesankan adalah kedalaman skuad. Saat Haaland cedera, Julian Álvarez tampil gemilang dengan 12 gol dalam 10 pertandingan.

Baca Juga  Gerindra hormati PDIP panggil Budiman usai bertemu Prabowo

Rekor yang Mengubah Standar Kompetisi

Selama 10 tahun terakhir, City mengoleksi 866 poin—rata-rata 2,28 per laga. Mereka memecahkan rekor poin tertinggi (100 di 2017/18), kemenangan beruntun (18 laga), dan selisih gol (+592). Bahkan di musim “gagal” sekalipun—seperti finis kedua di 2019/20—mereka tetap mengumpulkan 81 poin, jumlah yang cukup untuk juara di era sebelumnya.

Penantang yang Mengukir Sejarah: Kisah di Luar Dominasi Biru

Meski City menjadi penguasa, kompetisi ini tetap melahirkan momen legendaris yang membuktikan keajaiban sepakbola masih ada.

Leicester 2015/16: Mahakarya yang Tak Terduplikasi

Dengan anggaran setara biaya transfer satu pemain City, Claudio Ranieri membawa Leicester City meraih trofi di tengah prediksi 5000-1. Trio Jamie Vardy (24 gol), Riyad Mahrez (17 gol), dan N’Golo Kanté (175 tackle) menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi finansial. Yang menarik: tim ini hanya memiliki 42% penguasaan bola rata-rata—strategi counter-attack brilian yang jadi antitesis gaya City.

Liverpool Era Klopp: Tarian di Ujung Tanduk

Jürgen Klopp hampir menyaingi Guardiola dengan meraih 99 poin (2019/20) dan 92 poin (2021/22). Ironisnya, justru di musim mereka meraih 99 poin, City mengumpulkan 98—persaingan terketat sepanjang sejarah. Trio Salah-Mané-Firmino yang mencetak 46 gol musim itu menjadi simbol heavy metal football yang kontras dengan simfoni indah Guardiola.

Chelsea: Dua Wajah Juara

Antonio Conte (2016/17) dan Thomas Tuchel (2020/21) membuktikan bahwa tak ada formula tunggal juara. Conte mempopulerkan formasi 3-4-3 dengan wing-backs super ofensif, sementara Tuchel mengandalkan pertahanan baja yang hanya kebobolan 24 gol. Namun inkonsistensi manajerial membuat The Blues kesulitan mempertahankan momentum.

Krisis Klub Besar: Mengapa United dan Arsenal Tertinggal?

Sementara City berjaya, dua raksasa Inggris justru kehilangan taringnya dalam dekade terakhir.

Baca Juga  Rollercoaster Penampilan Man United Musim Ini Akibat Bruno Fernandes Tak Becus Jadi Kapten

Manchester United: Labirin Kegagalan Pasca-Ferguson

Delapan pelatih berbeda, €1,2 miliar dana transfer, dan 12 tahun puasa gelar liga—itulah realitas pahit Setan Merah. Kesalahan fatal terjadi pada rekrutmen: dari Angel Di María yang tak betah dingin Manchester, hingga Jadon Sancho yang gagal beradaptasi. Musim 2023/24 menjadi titik nadir: kekalahan 0-7 dari Liverpool dan finis di posisi 8—peringkat terburuk sejak 1990.

Arsenal: Hampir, Namun Tak Pernah Sampai

Mikel Arteta membangun tim muda menjanjikan dengan Bukayo Saka (23 tahun) dan Martin Ødegaard (25 tahun). Dua kali menjadi runner-up (2022/23 & 2023/24), mereka selalu kandas di momentum krusial. Kekalahan 2-3 dari City di April 2024—setelah unggul 2-0—menjadi bukti mentalitas yang masih perlu ditempa.

Masa Depan Liga Inggris: Akankah Monarki City Terus Berlanjut?

Guardiola telah mengkonfirmasi akan bertahan hingga 2027, tetapi beberapa faktor bisa mengubah peta kekuasaan.

Regenerasi Generasi Emas

Tiga pilar utama City—De Bruyne (33), Walker (34), dan Gündoğan (37)—perlahan mendekati akhir karier. Kabar pemburuan Jude Bellingham (22 tahun) dan Alejandro Garnacho (19 tahun) menunjukkan kesiapan regenerasi. Tantangannya: bisakah mereka mempertahankan winning mentality tanpa sosok berpengalaman?

Ancaman Financial Fair Play

Investigasi UEFA terhadap 115 pelanggaran aturan finansial City menjadi momok menakutkan. Sanksi potensial—dari pengurangan poin hingga degradasi—bisa mengguncang fondasi klub. Namun, tim hukum City dikenal tangguh: mereka sudah memenangkan 12 dari 15 kasus serupa sebelumnya.

Kebangkitan Newcastle dan Tottenham

Dana segar PIF Arab Saudi mengubah Newcastle jadi kekuatan baru. Rekrutan seperti Victor Osimhen (Rp2,1 triliun) dan João Neves menunjukkan ambisi besar. Sementara Tottenham, dengan manajer muda Ruben Amorim, mulai membangun tim berbasis akademi yang menarik perhatian.

Baca Juga  Pemain Asia Terbaik Sepanjang Masa, Siapa Nomor Satunya?

Penutup

Dominasi Manchester City dalam sepuluh tahun terakhir adalah cerita tentang inovasi tak kenal lelah, manajemen brilian, dan kemampuan beradaptasi di tekanan. Meski menuai kontroversi terkait pendanaan, tak bisa dipungkiri bahwa mereka menaikkan standar kompetisi ke level baru. Tantangan ke depan justru datang dari dalam: bisakah mereka mempertahankan kelaparan akan trofi ketika sudah menjadi raja yang tak terbantahkan? Jawabannya akan menentukan apakah era ini akan dikenang sebagai dinasti legendaris—atau permulaan revolusi yang lebih besar.

score.co.id – Portal andalan untuk analisis sepakbola mendalam!