Score – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenKopUKM) Teten Masduki menyebutkan kebijakan substitusi impor merupakan satu dari empat kebijakan pemerintah di sektor ekonomi untuk memperkuat produk dalam negeri termasuk UMKM.
“Bahkan, Presiden telah memberikan afirmasi 40 persen belanja APBN untuk membeli produk-produk dalam negeri dari UMKM,” kata MenKopUKM Teten Masduki dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Melalui kebijakan kebijakan substitusi impor, jika Indonesia bisa memproduksi suatu produk kebutuhan domestik maka tidak perlu lagi diimpor.
Investor asing yang ingin membangun pabrik di Indonesia, lanjutnya, produk atau hasilnya harus memiliki 40 persen tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Selain harus diproduksi di dalam negeri, investor asing juga diwajibkan bermitra dengan pelaku lokal.
Kebijakan kedua untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri adalah dengan hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam.
Teten menegaskan kebijakan tersebut bukan hanya untuk pelaku usaha besar. Namun, harus juga melibatkan pelaku UMKM dalam negeri.
“Kebijakan ini juga melarang ekspor produk tambang mentah, harus diolah di dalam negeri agar meningkatkan nilai tambah dan kualitas lapangan kerja,” ucapnya.
Kebijakan ketiga adalah akses pembiayaan untuk UMKM yang tengah didorong agar bisa lebih bagus lagi. Sebab, saat ini, porsi kredit perbankan untuk UMKM baru 21 persen. Masih jauh jika dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia yang sudah di atas 40 persen. Bahkan, di Korea Selatan sudah lebih dari 80 persen.
Sedangkan kebijakan ekonomi keempat adalah transformasi digital yang mengatur empat hal. Pertama, pengaturan terkait platform untuk bisnis.
Kedua, pengaturan arus impor barang consumer goods. Ketiga mengatur sistem perdagangan dan keempat peningkatan daya saing produk UMKM dalam negeri
Teten mengakui untuk menerapkan hal itu, Indonesia mesti belajar dari kebijakan yang dilakukan China karena mampu memperkuat platform ekonomi digitalnya agar tidak bisa ditembus platform luar.
Meski begitu, sambungnya, kebijakan pemerintah untuk melindungi UMKM dan produk dalam negeri dari serbuan produk-produk berharga lebih murah, kerap kali dilihat sebagai anti inovasi dan anti teknologi.
“Di banyak negara sudah diatur teknologinya, yang salah satunya terkait transparansi algoritma dan data yang ada di dalam platformnya,” kata Menteri Teten.