Score – Isu “geng” pemain lokal dan naturalisasi di skuad Timnas Indonesia sempat mencuat sebelum tampil di ajang Piala Asia 2023.
Saat itu, Timnas Indonesia sedang melakukan pemusatan latihan di Turki.
Isu tersebut mencuat usai salah satu postingan dari Instagram Witan Sulaeman yang berfoto dengan sesama pemain lokal.
Dari foto tersebut, isu perpecahan memanas ke publik tanah air.
Tentu, isu tersebut direspons oleh Nova Arianto selaku Asisten Shin Tae-yong di Timnas Indonesia.
Nova Arianto mengaku tak menampik dengan adanya isu geng lokal dan keturunan di Timnas Indonesia.
Hal ini dikarenakan para pemain lokal dikenal pemalu dan kurang percaya diri berkomunikasi dengan bahasa Inggris.
“Kalau duduk disana ngobrol bahasa Inggris, gua tidak bisa bahasa Inggris.”
“Akhirnya terbentuk mereka sendiri, kita sendiri,” lanjutnya.
Nova Arianto pun menceritakan bahwa Shin Tae-yong dan staf pelatih Timnas Indonesia lainnya bertindak agar masalah tersebut segera mencair.
Nova Arianto pun menyebut bahwa staf pelatih memberi nama di meja makan saat Timnas Indonesia sedang sesi makan.
Nova mengaku bahwa para pemain lokal dan naturalisasi didesain untuk duduk semeja agar sama-sama saling membuka komunikasi
“Tapi di TC Turki. Kita sebagai staf pelatih mengambil sikap apa yang sebenarnya bisa membuat mereka menjadi satu,” ujar Nova Arianto.
“Akhirnya kita membuat peraturan waktu itu kita kasih nama di meja makan.”
“Di situ ada Jordi, Ridho, sebelahnya ada Shayne, lalu ada Asnawi.”
“Jadi satu meja bisa dua atau tiga orang pemain abroad kita, pemain lokal juga ada, semuanya menjadi satu.”
“Jadi itu yang membuat tim mulai berubah. Akhirnya mau tidak mau kan mereka harus ngobrol.”
“Akhirnya mereka akan sharing. Tapi kalau tidak ya tetap ngumpul sih, itu yang apa yang kita coba buat agar pemain naturalisasi dengan pemain asli Indonesia bisa jadi satu,” lanjutnya.
Nova Arianto juga rutin berkomunikasi dengan para pemain senior agar masalah segera tuntas.
Meski para pemain mengaku tak ada masalah apapun, tetapi Nova Arianto merasa ada masalah chemistry antar pemain yang harus dibenahi.
Untuk itu, staf pelatih menempatkan tiga pemain lokal dan tiga pemain keturunan di satu meja makan agar bisa saling berkomunikasi dan memahami keinginan rekan setimnya di lapangan.
“Bersyukur selama Piala Asia, karena sebelum itu saya memanggil si Klok, Jordi, Asnawi, Dendy, dan para pemain senior, saya ingin tahu apa yang bisa kita lakukan untuk tim ini bisa menjadi satu,” ujar Nova Arianto.
“Karena kalau dari mereka bicara ‘sebenarnya tidak ada masalah coach, kita dengan pemain ini juga tidak ada masalah’, dan menurut kami tidak ada masalah.”
“Tetapi untuk menjadi satu chemistry kan bukan hanya saya ngomong cocok kok sama Mas Divo, saya cocok kok sama Mas Domy, bukan itu.”
“Tapi chemistry itu adalah Asnawi itu sukanya apa sih, Jordi itu sukanya bola apa. Itu menjadi concern.”
“Saya pernah tes kan, Shayne kan tahunya saya orang Korea kan.”
“Kalau dilihat dari situ kan sebenarnya belum jadi satu ini. Saya tes Justin [Hubner], ‘Justin, namanya siapa? [nunjuk ke Syahrul Trisna]’ Waktu itu dia tidak tahu kalau itu Syahrul [Trisna].”
“Bagaimana dia bisa menjadikan chemistry menjadi satu kalau dia tidak tahu masing-masing nama pemainnya.”
“Akhirnya saya pikir bagaimana agar bisa menjadi satu, akhirnya dari staf pelatih udah deh coba paksa pakai nama di meja makan.”
“Otomatis satu meja bulat itu isinya 6 orang, tiga pemain aboard dan tiga pemain asli Indonesia dijadiin satu biar mereka bisa komunikasi.”
“Jadi, itu yang kita coba biar komunikasinya lebih lancar dan bersyukurnya itu berhasil,” tutupnya.