Score – Aktris seni peran Laura Basuki mengaku memiliki kegemaran melahap buku-buku bertemakan psikologi dan novel-novel fiksi fantasi yang ia baca kala tidak menekuni proses syuting sebuah film untuk membuka sudut pandang atau perspektif diri yang lebih luas.
“Aku nggak bisa membaca kalau sedang ada syuting karena kepala dan energi semua terfokus pada peran. Jadi, sudah nggak punya energi lebih untuk meloncat ke novel-novel baru. Aku selalu baca novel pas lagi libur, senggang, dan nggak ada skrip yang aku baca, baru deh bisa ‘kabur’ dengan membaca,” buka Laura Basuki kepada ANTARA, Rabu.
Perempuan kelahiran 9 Januari 1988 itu lantas menyebutkan salah satu buku bacaan favorit bertajuk “The Things You Can See Only When You Slow Down: How to Be Calm and Mindful in a Fast-Paced World” (2018) karya penulis asal Haemin Sunim. Penulis bernama asli Ryan Joo tersebut merupakan guru agama Buddha berkebangsaan Amerika Serikat berdarah Korea.
Saat ini, aktris peraih dua Piala Citra Festival Film Indonesia lewat film “3 Hati, Dua Dunia, Satu Cinta” (2010) dan “Susi Susanti: Love All” (2019) itu tengah menikmati membaca buku “Lonely Castle in The Mirror”(2017) karya penulis Jepang, Mizuki Tsujimura.
“Aku kalau stuck saat membaca, bisa lay-down dulu, terus ganti buku lain, kemudian lanjut lagi kalau sudah mood. Aku suka novel-novel seperti ‘The Things You Can See Only When You Slow Down yang mengarah ke psikologi. Ini yang paling aku suka untuk membuka mindset. Sekarang ini aku lagi baca ‘Lonely Castle in The Mirror’ karena aku suka baca novel-novel fantasi,” terangnya.
Sedangkan untuk seni musik, Laura terbiasa mendengarkan jenis musik bergantung pada mood film yang tengah ia tekuni. Sementara di luar pendalaman karakter, dirinya menyukai musik berkarakter kalem seperti Kings of dan Sufjan Stevens.
“Beda film, tentu beda musik yang aku dengarkan. Jadi, aku setiap kali syuting film, aku selalu punya playlist baru untuk memudahkan keluar dan masuk sebuah peran tadi. Kadang kalau perannya gelap, aku mendengarkan musik-musik macam Pink Floyd atau Thom Yorke. Kalau perannya soft, aku banyak mendengarkan piano klasik. Referensi musik dari library sendiri yang mengacu perasaan ketika membaca karakter,” selorohnya.
Dari dalam negeri, Laura mengaku menggemari karya-karya solois Sal Priadi yang ia nilai memiliki kekuatan pada sektor lirik dan melodi.
“Pertama yang membuat jatuh cinta adalah lirik dan melodi dia yang terkadang nggak terlalu heboh, namun aku bisa menikmati setiap perasaan melalui karya yang dia buat. Liriknya bagus banget karena menurut aku orang-orang yang seperti itu pengalaman hidupnya luar biasa,” tutupnya