Score – Pernyataan Martin tersebut seolah membuat dia sudah lupa bagaimana tangisannya pecah ketika gagal merengkuh gelar akibat blunder fatal di seri pamungkas di Valencia.
Kekalahan pedih yang ia terima di pengujung musim seolah sudah benar-benar dilupakan setelah ia memandang dirinya sendiri sebagai seorang yang layak jadi juara dunia pada musim depan.
Hal tersebut Martin ungkapkan ketika ia tampil dalam program O Formigueiro.
Tingkat percaya diri Martin yang tinggi seakan mengabaikan persaingan yang jauh lebih mengerikan pada tahun 2024.
Namun, Martin bukan berarti lupa akan hal tersebut.
Kedatangan Marc Marquez di Gresini serta hadirnya pembalap debutan yang sangat istimewa Pedro Acosta di GASGAS Factory Racing Tech3, jelas menjadi ancaman baru bagi Martin.
Tetapi di saat yang bersamaan, ia percaya diri berkat pengalaman berharga dari musim 2023.
Kegagalan di tahun ini dijadikan pembalap asal Spanyol itu sebagai modal untuk menghadapi tekanan dan menghindari kesalahan-kesalahan ‘sepele’ pada musim depan.
“Jelas itu akan membutuhkan banyak faktor untuk bisa terwujud,” kata Martin.
“Itu akan menjadi musim yang menarik, level persaingannya akan tinggi dan terus meningkat.”
“Tetapi, saya pun akan selalu berusaha keras untuk mendorong dan berupaya untuk jadi lebih baik dari saya yang sebelumnya,” tegas Martin.
Bicara soal kesalahan, Martin pun masih sakit hati dengan blunder fatal yang disebabkan dirinya sendiri.
Yaitu terjadi ketika tampil pada MotoGP Indonesia 2023 di Sirkuit Mandalika.
Pada race hari Minggu, Martin sempat memimpin balapan bahkan dengan selisih waktu luar biasa menyentuh lebih dari 3,4 detik.
Namun semuanya sirna karena kesalahannya sendiri hingga harus crash saat memimpin balapan dan membuat kesempatannya untuk menambah poin dalam memuncaki klasemen saat itu juga hilang.
“Musim ini adalah musim dengan langkah yang besar lebih dari tahun sebelumnya. Sebab sebelumnya saya sering jatuh dan menjalani banyak operasi, sedangkan tahun ini saya lebih konsisten,” ucap Martin.
“Tapi ada satu yang paling menyakitkan bagi saya yakni ketika itu terjadi pada balapan di Indonesia. Saya saat itu sedang leading dalam jarak lebih dari 3 detik, di situ jika saya menang, saya sudah hampir pasti yakin bahwa saya bisa jadi juara dunia.”
“Tapi faktanya, karena merasa superior, ingin mempermalukan, mungkin boleh dikatakan begitu, justru itu yang membuat saya gagal.”
“Itu adalah pengalaman pembelajaran untuk masa depan. Anda bisa menang dengan selisih 0,2 atau 1 detik, tapi poinnya sama.”
“(lalu) di Qatar, sayamengalami kerusakan ban, saya menang di sprint hari Sabtu dan saya pikir saya bisa mengulangi prestasi tersebut pada hari Minggu agar lebih dekat dengan poin Pecco.”
“Tapi saya berakhir di urutan ke-10, menderita. Saya terus kehilangan posisi, putaran demi putaran, di sana saya harus menyemangati tim saya. Mereka sangat sedih karena hasil itu,” ucapnya memungkasi.