Score – Industri sebagai penopang ekonomi bangsa kini berhadapan dengan kebutuhan keberlanjutan lingkungan dan ekonomi.
Limbah industri selalu disebut-sebut sebagai penyumbang cemaran sungai terbesar. Jika tidak berubah maka roda industri akan macet karena kesadaran konsumen terhadap lingkungan meningkat.
Pertumbuhan industri mendapat tantangan besar berupa manajemen limbah yang efektif dan efisien agar produknya tidak ditinggalkan oleh konsumen yang kian kritis terhadap isu lingkungan. Konsumen akan menolak produk dari industri yang tidak ramah lingkungan
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut bahwa 59 persen sungai di Indonesia berada pada kondisi tercemar berat.
Sumber utama pencemaran tersebut adalah dari limbah domestik dan industri. Salah satu contohnya industri tekstil, yang menggunakan jutaan galon air setiap hari.
Kebutuhan industri untuk menghasilkan satu kilogram kain biasanya mengonsumsi 200 liter air. Dampaknya, limbah cair yang dibuang ke perairan terbuka sangat berlimpah.
Limbah cair sisa proses produksi itu dibuang ke sungai yang menyebabkan terjadinya pencemaran sungai, danau, bahkan berujung ke laut.
Akibatnya, setiap ekosistem yang dilewatinya rusak serta mengancam kesehatan manusia dan keberlanjutan planet Bumi.
Kondisi tersebut tentu tidak sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular yang menekankan kecilnya risiko lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas perekonomian.
Dalam menghadapi masalah ini, konsep ekoteknologi telah muncul sebagai solusi inovatif untuk mengatasi masalah pengolahan limbah dengan cara yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Ekoteknologi merupakan pendekatan yang mengintegrasikan prinsip-prinsip ekologi dengan teknologi untuk menciptakan solusi berkelanjutan.
Ekoteknologi meliputi penggunaan teknologi untuk pengelolaan ekosistem dengan meminimalkan biaya dan bahaya pada lingkungan global.
Terdapat lima prinsip ekoteknologi, yaitu; mengembangkan teknologi yang efisien dan efektif untuk memastikan pelestarian lingkungan; mengatur proses produksi yang lebih bersih untuk pengelolaan limbah industri; mengedepankan sistem manajemen lingkungan untuk sektor industri; menemukan cara yang lebih baik untuk mengendalikan dampak pencemaran yang membahayakan ekosistem; dan membangun kesadaran perlindungan dan konservasi lingkungan.
Ekoteknologi muncul sebagai solusi penting dalam pengelolaan limbah yang mendukung visi industri hijau (greenindustry).
Tujuan dari industri hijau adalah mengurangi dampak lingkungan, meningkatkan efisiensi sumber daya, dan meningkatkan daya saing ekonomi yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan.
Data-data dari penelitian dan implementasi ekoteknologi menggambarkan bagaimana pendekatan ini menjadi kunci untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Penerapan ekoteknologi
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Perlindungan Lingkungan Hidup Amerika Serikat (EPA), penerapan ekoteknologi dalam industri telah menghasilkan penurunan signifikan dalam emisi gas rumah kaca.
Penggunaan sistem pembangkit listrik tenaga sampah (waste-to-energy) dan teknologi pembuatan bioenergi dari limbah organik telah mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 20 persen dalam dekade terakhir.
Data ini menunjukkan bahwa ekoteknologi tidak hanya memberikan solusi untuk pengelolaan limbah, tetapi juga berkontribusi langsung pada upaya global untuk memerangi perubahan iklim. Ekoteknologi yang tepat juga dapat menghemat biaya pengelolaan limbah konvensional.
Di bidang pengelolaan limbah industri, tim riset yang dipimpin oleh Dr. Evi Susanti dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN melaporkan bahwa penerapan ekoteknologi artifisial lahan basah hibrida yang memanfaatkan tanaman air dan adsorben bentonit alam mampu memurnikan limbah cair tekstil sehingga air olahan tekstil memenuhi standar baku mutu air kelas II.
Ini sesuai dengan PP Nomor 22 Tahun 2021 sehingga tidak menimbulkan pencemaran di badan air dan aman digunakan untuk kegiatan pertanian serta budi daya perikanan.
Tim riset menampung limbah tekstil dalam toren, yang kemudian dialirkan ke bak-bak bertingkat. Bak pertama berisi bentonit alam yang berperan sebagai adsorben.
Berikutnya dialirkan ke bak kedua hingga keempat berisi media kerikil dan pasir yang ditanami tanaman Heliconia psittacorum dan Vetiveriazizaionide. Kedua tanaman tersebut memang mampu menyerap berbagai polutan baik di udara, tanah maupun air.
Gabungan metode secara fisika yaitu adsorpsi (bentonit) dan biologi dengan fitoremediasi (tanaman) membuat teknologi itu dikenal sebagai hibrida. Lazimnya kedua teknik itu digunakan terpisah sehingga kurang efektif.
Bentonit dipilih karena tergolong klei yang paling optimal menyerap zat warna dan limbah tekstil dengan zat warna yang tinggi. Bentonit juga murah serta dapat dipakai berulang kali setelah dikeringkan.
Selama ini dunia industri biasanya memakai bahan kimia untuk memurnikan limbah yaitu poly aluminium chloride (PAC) dan aluminium sulfat alias tawas. Saat ini penggunaan tawas sudah dilarang karena meningkatkan kandungan aluminium dalam air.
Aluminium berbahaya untuk kesehatan dan ekosistem perairan karena akan mengubah komposisi kimia dalam perairan (sungai) dan mengancam hidup organisme di sungai.
Harga tawas juga tinggi pada kisaran Rp11.000- Rp16.000 /kg, sementara bentonit alam harganya berkisar Rp2.000-Rp3.000 per kg yang dikemas dalam sak.
Penerapan lahan basah buatan untuk pengelolaan limbah juga sudah dilakukan oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Unit Pertambangan Tanjung Enim pada IUP Banko Barat, IUP Air Laya, dan IUP Muara Tiga Besar untuk pengelolaan air asam tambang.
Ini adalah bentuk komitmen perusahaan dalam menerapkan kaidah pertambangan yang baik (goodminingpractice) untuk meminimalkan dampak negatif agar tidak mencemari lingkungan.
Berdasarkan percobaan tersebut, maka ekoteknologi adalah tonggak penting dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan.
Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ekologi dan teknologi, dunia industri dapat menghadirkan solusi yang efisien dan berkelanjutan dalam pengelolaan limbah. Keselarasan antara ekoteknologi dan industri hijau mendukung pengelolaan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ekoteknologi, industri hijau dapat mengoptimalkan operasinya sambil meminimalkan dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Tentu penting juga bagi Pemerintah, industri, dan masyarakat untuk bersatu dalam mendukung pengembangan dan implementasi ekoteknologi. Dengan demikian, Indonesia dapat melangkah menuju dunia yang lebih hijau, sehat, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
*) Penulis adalah peneliti di Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, BRIN; Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan LingkunganIPB University.