Cara Son Heung-Min Bisa Gabung AC Milan
score.co.id – Satu klausul dalam kontrak David Beckham tahun 2007 tidak hanya membawanya ke AC Milan, tapi juga selamanya mengubah kemampuan Major League Soccer (MLS) untuk menarik bintang global. Klausul yang sama ini, hampir dua dekade kemudian, menjadi pusat spekulasi yang mempertemukan dua dunia: Son Heung-Min, ikon sepak bola Asia yang baru saja mencatat rekor transfer ke LAFC, dan raksasa Italia, AC Milan.
Artikel ini mengupas mekanisme unik di balik “Beckham Clause”, menganalisis mengapa rumor yang menghubungkannya dengan Son dan Milan pada akhirnya hanya tinggal rumor, serta membongkar implikasi strategis jangka panjangnya bagi masa depan karir Son maupun liga yang terus berkembang ini.

Dekonstruksi Beckham Clause: Lebih dari Sekadar Pinjaman Biasa
Banyak yang keliru menyamakan “Beckham Clause” dengan “Beckham Rule”. Keduanya terkait erat, tapi memiliki fungsi yang fundamental berbeda. Beckham Rule adalah nama informal untuk Designated Player Rule (DP Rule), sebuah regulasi liga yang revolusioner.
Aturan ini, diadopsi pada 2007 untuk membuka jalan bagi kedatangan David Beckham ke LA Galaxy, mengizinkan setiap klub MLS untuk memiliki hingga tiga pemain yang gajinya sebagian besar berada di luar batas gaji keseluruhan tim. Inilah fondasi yang memungkinkan MLS merekrut bintang-bintang kelas dunia seperti Lionel Messi, Thiago Almada, dan tentu saja, Son Heung-Min.
Sementara itu, Beckham Clause mengacu pada ketentuan khusus dalam kontrak individu pemain yang memanfaatkan struktur unik kalender MLS. Berbeda dengan Eropa yang berjalan dari Agustus hingga Mei, musim MLS berlangsung dari sekitar Februari hingga Oktober/November, menyisakan jeda musim dingin yang cukup panjang.
Klausul ini, yang pertama kali dipopulerkan oleh Beckham sendiri saat dipinjamkan ke AC Milan pada 2009 dan 2010, memungkinkan pemain untuk menjalani pinjaman jangka pendek ke klub di liga lain yang sedang dalam pertengahan musim. Tujuannya ganda: menjaga kebugaran dan ritme kompetitif pemain selama libur panjang MLS, sekaligus menjadi daya tarik tambahan bagi bintang yang mungkin khawatir akan kehilangan “ketajaman” Eropa-nya.
Mekanismenya punya aturan main. Pinjaman biasanya berdurasi dua hingga tiga bulan dan harus berakhir sebelum musim MLS baru dimulai. Yang krusial, persetujuan harus didapat dari liga itu sendiri, karena di MLS, kontrak pemain secara teknis dipegang oleh liga, bukan klub individu. Ini bukan sekadar kesepakatan antar klub.
Sepanjang sejarah, beberapa pemain telah memanfaatkan mekanisme serupa untuk tetap kompetitif. Berikut contohnya:
- David Beckham (ke AC Milan pada 2009 dan 2010)
- Thierry Henry (ke Arsenal)
- Landon Donovan (ke Everton)
Son Heung-Min dan LAFC: Sebuah Pernikahan Sempurna yang Mengubah Paradigma
Kedatangan Son Heung-Min ke Los Angeles FC pada Agustus 2025 bukanlah transfer biasa. Ini adalah pernyataan ambisi yang disampaikan dengan keras oleh salah satu klub paling progresif di MLS. Dengan biaya transfer sekitar $26 juta, LAFC memecahkan rekor transfer masuk liga untuk ketiga kalinya dalam sembilan bulan, mengungguli rekor sebelumnya yang dipegang Atlanta United untuk Emmanuel Latte Lath.
“Saya datang ke L.A. untuk mengangkat trofi dan memberikan segalanya untuk klub ini, kota ini, dan para pendukungnya,” ujarnya saat diperkenalkan.
Pernyataan ini bukan basa-basi. Dalam 10 penampilan reguler pertamanya, ia langsung mencetak 9 gol dan 3 assist, termasuk sebuah tendangan bebas spektakuler yang dinobatkan sebagai AT&T MLS Goal of the Year 2025.
| Pencapaian Son di LAFC | Detail | Dampak |
|---|---|---|
| Gol dan Assist | 9 gol, 3 assist dalam 10 laga | Menjadi cerita terbesar musim 2025 |
| Rekor Transfer | $26 juta | Memecahkan rekor MLS |
| Daya Tarik Komersial | Jersey terlaris, dongkrak media sosial | Melampaui Messi di Miami |
Dampaknya melampaui lapangan. Seperti halnya Messi di Miami, Son membawa gelombang daya tarik global dan komersial yang masif ke LAFC. Laporan menyebutkan bahwa ia bahkan “memindahkan lebih banyak jersey daripada [Messi]” dan membantu mendongkrak jumlah penayangan media sosial klub secara dramatis. Ia tiba sebagai pemain bintang, tapi, seperti yang diungkapkan penyiar Max Bretos, kehebatannya justru “menyatu” dengan identitas LAFC yang sudah ada, menciptakan “pernikahan sempurna”. Performanya yang gemilang, termasuk membangun kemitraan mematikan dengan Denis Bouanga, menjadikannya salah satu cerita terbesar musim 2025 MLS.
Analisis Rumor AC Milan: Mengapa Pintu San Siro Tertutup untuk Son
Rumor yang menghubungkan Son Heung-Min dengan pinjaman musim dingin ke AC Milan muncul pada Oktober 2025, tak lama setelah musim reguler MLS berakhir. Logika di baliknya tampak sempurna di atas kertas: Son membutuhkan kompetisi level tinggi untuk menjaga bentuk terbaiknya menjelang Piala Dunia 2026; AC Milan butuh penguatan lini serang; dan “Beckham Clause” dalam kontrak Son di LAFC menyediakan jalur hukum yang telah teruji.
Namun, analisis yang lebih mendalam terhadap dinamika internal Milan dengan cepat mengungkap benturan kepentingan yang tak terdamaikan. Hambatan terbesar adalah posisi bermain. Son, meski bisa beroperasi di beberapa posisi serang, paling mematikan ketika ditempatkan di sayap kiri, area di mana ia bisa memotong ke dalam dan melepaskan tembakan dengan kaki kanan andalannya. Persis di posisi itulah AC Milan sudah memiliki Rafael Leão, sang bintang mutlak dan penggerak utama serangan tim. Mendatangkan Son, bahkan hanya untuk pinjaman singkat, akan menciptakan dilema taktis dan politis yang tidak perlu bagi pelatih.
Faktor kedua adalah beban finansial. Pinjaman untuk pemain sekaliber Son tidak akan gratis. Biaya pinjaman, ditambah dengan proporsi gaji yang harus ditanggung Milan, akan membutuhkan investasi yang signifikan untuk pemain yang mungkin tidak menjadi pilihan utama. Dalam konteks aturan keuangan UEFA dan prioritas pendanaan area lain di skuad, risiko finansial ini dinilai tidak sebanding dengan manfaat jangka pendeknya.
Kenyataan ini diakui oleh Son sendiri. Menanggapi rumor tersebut, kapten Timnas Korea Selatan itu dengan tegas membantah dan menyatakan lebih memilih untuk beristirahat dan memulihkan diri di Los Angeles setelah musim yang panjang. Pilihannya masuk akal. Setelah satu dekade penuh tekanan di Premier League dan perpindahan benua, jeda fisik dan mental justru lebih berharga menjelang push terakhir untuk Piala Dunia 2026.
Proyeksi Masa Depan: Signifikansi Beckham Clause dalam Ekosistem Sepak Bola Global
Kasus Son Heung-Min dan AC Milan adalah contoh nyata bahwa keberadaan suatu klausul tidak serta-merta menjamin eksekusinya. Namun, keberadaan “Beckham Clause” itu sendiri tetap merupakan aset strategis yang sangat berharga bagi MLS.
Klausul ini berfungsi sebagai jaminan kualitas kompetitif yang ditawarkan liga kepada pemain bintang yang mungkin ragu. Ini adalah sinyal bahwa MLS memahami ambisi mereka yang lebih besar, termasuk untuk tetap menjadi bagian dari percakapan sepak bola elit Eropa dan turnamen besar seperti Piala Dunia. Dalam negosiasi untuk mendapatkan tanda tangan pemain seperti Son atau Messi (yang juga dikabarkan memiliki klausul serupa untuk kemungkinan kembali ke Barcelona), keberadaan opsi ini bisa menjadi pembeda yang menentukan.
Ke depan, relevansi klausul ini justru akan semakin meningkat. Seiring dengan terus berkembangnya kualitas dan daya tarik finansial MLS, arus pemain yang berada di puncak karir (bukan hanya yang sudah senior) akan semakin deras. Bagi pemain-pemain tersebut, yang mungkin masih membawa ambisi untuk bersaing di Liga Champions atau membela timnasnya di turnamen besar, fleksibilitas karir yang ditawarkan oleh “Beckham Clause” menjadi komoditas yang tak ternilai.
Bagi klub-klub Eropa, mekanisme ini menawarkan akses jangka pendek ke talenta kelas dunia tanpa komitmen biaya transfer besar atau kontrak jangka panjang, cocok untuk menutupi krisis cedera atau memberikan “sentuhan akhir” pada skuad. Hubungan simbiosis ini akan terus memperkuat posisi MLS sebagai liga yang tidak lagi menjadi “pensiun dini”, melainkan simpul penting dalam jaringan sepak bola global yang dinamis.
Kesimpulan
Kisah “Beckham Clause” dan Son Heung-Min bukan sekadar tentang sebuah rumor transfer yang gagal. Ini adalah cerita tentang evolusi strategis sebuah liga. Dari sebuah aturan khusus yang dibuat untuk satu orang (Beckham), ia telah berkembang menjadi instrumen kebijakan yang canggih, sebuah kartu as dalam negosiasi yang membantu MLS bersaing di pasar global.
Keputusan Son untuk tidak memanfaatkannya musim ini, dan penolakan AC Milan, justru membuktikan kematangan ekosistem tersebut. Keputusan diambil berdasarkan analisis kebutuhan taktis, keberlanjutan finansial, dan perencanaan karir jangka panjang—bukan karena ketiadaan jalur hukum atau mekanisme. Son tetap di LAFC bukan karena ia “terjebak” di MLS, tapi karena itu adalah pilihan strategis terbaik untuknya saat ini.
Keberadaan klausul itu sendiri telah menjalankan fungsinya: memberikan ketenangan pikiran dan fleksibilitas kepada pemain bintang. Dan selama kalender sepak bola global tetap terfragmentasi, alat seperti “Beckham Clause” akan terus menjadi jembatan yang vital, menghubungkan ambisi individu bintang dengan visi kolektif sebuah liga yang sedang naik daun.
Lanjutkan perjalanan analisis sepak bola Anda yang lebih mendalam. Ikuti terus berita, rumor transfer terkini, dan kupasan taktis paling tajam hanya di Score.co.id.













