John Herdman Masuk Radar PSSI
score.co.id –Sebuah rapat tertutup Komite Eksekutif (Exco) PSSI pada Kamis malam, 18 Desember 2025, konon telah menghasilkan keputusan bulat. John Herdman, arsitek kebangkitan sepak bola Kanada, disepakati menjadi pelatih baru timnas Indonesia. Namun, dari kantor federasi, terdengar suara yang lebih berhati-hati: “Belum final”. Jarak antara “disepakati” di ruang rapat dan “ditandatangani” di atas kertas kontrak adalah ruang kosong tempat spekulasi bermain dan harapan nasional digantungkan.
Artikel ini bukan sekadar mengonfirmasi sebuah nama. Kami akan mengupas lapisan-lapisan di balik pemilihan Herdman: sebuah refleksi ambisi, pembelajaran dari kegagalan, dan resep taktis yang mungkin dibawa pelatih Inggris itu untuk mengubah DNA Tim Garuda. Inilah analisis mendalam tentang mengapa PSSI bergerak ke arah ini, dan bagaimana potensi revolusi Herdman bisa terbentuk—atau justru terjegal oleh realitas sepak bola Indonesia.

Lanskap Kekosongan: Dari Pemecatan Sjafri ke Pencarian Figura Baru
Langkah PSSI menjadikan Herdman sebagai kandidat utama tidak dapat dipisahkan dari dua peristiwa krusial yang membentuk krisis kepemimpinan timnas. Pertama, adalah berakhirnya era Patrick Kluivert di kursi pelatih senior setelah gagal membawa Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026. Kedua, dan mungkin yang lebih langsung memicu akselerasi proses ini, adalah pemecatan Indra Sjafri sebagai pelatih tim U-23.
Setelah gagal mempertahankan medali emas SEA Games dan bahkan tersingkir di fase grup Thailand 2025, kontrak Sjafri secara resmi diakhiri. Kegagalan ini bukan hanya soal prestasi, tetapi juga pukulan bagi rencana pembinaan jangka panjang, di mana Sjafri juga merupakan bagian dari tim direktur teknis PSSI. Keputusan pemecatan ini, menurut Ketua Badan Tim Nasional (BTN) Sumardji, adalah langkah pertama evaluasi komprehensif. Kekosongan ganda inilah—di tingkat senior dan usia muda—yang memaksa PSSI bergerak cepat mencari seorang figura yang diharapkan bisa menangani kedua tantangan tersebut secara integratif.
Proses seleksi kemudian menyempit dari lima nama menjadi dua kandidat utama: John Herdman dan Giovanni van Bronckhorst. Kriteria yang diterapkan PSSI keras dan jelas: pelatih harus punya pengalaman meloloskan timnas ke Piala Dunia dan bersedia tinggal serta berkomitmen penuh di Indonesia. Dalam parameter inilah Herdman unggul mutlak. Rekam jejaknya membawa Kanada ke Piala Dunia 2022 setelah 36 tahun gelap adalah aset nyata yang tidak dimiliki Van Bronckhorst, yang lebih dikenal sukses di level klub.
John Herdman: Sang Pembangun dari Nol dan Filosofi yang Dibawa
Siapa sebenarnya John Herdman, dan mengapa profilnya dianggap cocok dengan luka Indonesia? Karirnya bukanlah cerita tentang pelatih top klub Eropa, melainkan kisah pembangun underdog.
- Spesialis Kebangkitan Timnas: Herdman adalah insinyur kebangkitan. Ia membangun Kanada bukan dari posisi juara, tapi dari tim yang terpuruk. Prestasi ini menunjukkan kemampuannya dalam manajemen proyek jangka panjang, membangun mentalitas, dan menciptakan budaya tim yang kokoh dari fondasi—sebuah skill yang sangat dibutuhkan Indonesia.
- Komitmen Eksklusif dan Pilihan Strategis: Yang patut dicatat adalah komitmen Herdman. Media Honduras, Diez, melaporkan bahwa Herdman menolak tawaran formal dari Honduras dan Jamaika—dua negara yang lebih mapan di konfederasi CONCACAF—untuk memprioritaskan negosiasi dengan Indonesia. Ini bukan sekadar pilihan pekerjaan, tapi sebuah sinyal bahwa ia mungkin melihat potensi dan tantangan unik di Indonesia yang sejalan dengan passion-nya membangun sesuatu dari dasar.
- Filosofi Holistik: Herdman dikenal bukan sebagai dogmatis taktik kaku, tapi sebagai builder dan motivator ulung. Fokusnya pada budaya tim, identitas kolektif, dan pengembangan pemain secara mental dan teknis. Pendekatan ini berpotensi menyembuhkan salah satu penyakit kronis timnas Indonesia: inkonsistensi performa dan mentalitas yang mudah ciut.
Analisis Taktis: Konversi DNA Kanada ke Tropis Indonesia
Lantas, bagaimana gaya Herdman mungkin diterjemahkan di lapangan hijau Indonesia? Berdasarkan pola yang ia terapkan di Kanada, kita dapat memproyeksikan beberapa perubahan mendasar.
- Dari Individualisme Menuju Mesin Kolektif: Herdman mungkin akan mengurangi ketergantungan pada bakat individual pemain naturalisasi atau bintang lokal. Sebaliknya, ia akan fokus menciptakan sebuah sistem bermain yang rapat, dengan intensitas tekanan tinggi dan pergerakan tanpa bola yang agresif. Ia akan mencari pemain-pemain dengan motor dan loyalitas taktis tinggi, yang siap bekerja untuk tim.
- Mentalitas dan Ketahanan Psikologis: Salah satu warisan terbesar Herdman di Kanada adalah mengubah mentalitas “peserta” menjadi “pesaing”. Ia akan menerapkan disiplin ketat dan standar profesionalisme tinggi di kamp timnas. Programnya kemungkinan akan penuh dengan latihan mental, pembangunan karakter, dan penanaman kebanggaan nasional yang lebih dalam dari sekadar seremonial.
- Integrasi Tim Senior dan Junior: Kabar bahwa Herdman bisa menangani tim senior sekaligus U-23 sangat masuk akal dengan filosofinya. Ini membuka peluang untuk sinkronisasi gaya permainan dan filosofi dari tingkat dasar hingga utama. Pemain muda yang naik ke tim senior tidak perlu lagi beradaptasi dengan sistem baru, menciptakan kontinuitas yang selama ini hilang.
Tantangan dan Realitas: Medan Berbahaya yang Menanti
Namun, jalan menuju transformasi ini dipenuhi ranjau. Optimisme harus diimbangi dengan kesadaran akan tantangan berat.
- Kesenjangan Material dan Infrastruktur: Herdman sukses di Kanada yang memiliki infrastruktur liga dan akademi yang jauh lebih baik. Tantangan terbesarnya di Indonesia justru mungkin di luar lapangan: kurangnya waktu latihan bersama karena jadwal liga yang padat, variasi kualitas pemain yang lebar, dan fasilitas pendukung yang terbatas.
- Budaya Sepak Bola yang Berbeda: Sepak bola ASEAN, dengan iklim, turnamen singkat seperti AFF Cup, dan gaya permainan yang sering kali lebih fisik dan langsung, sangat berbeda dengan atmosfer kualifikasi CONCACAF. Herdman perlu beradaptasi cepat dan mungkin memodifikasi beberapa prinsipnya.
- Tekanan Ekstrem dan Harapan Instan: Publik dan media Indonesia terkenal tidak sabar. Proses pembangunan yang membutuhkan waktu akan terus-menerus dihujani kritik jika hasil jangka pendek (misal di FIFA Matchday atau laga uji coba) tidak segera membaik. Herdman membutuhkan perlindungan politik dari PSSI dan kesabaran kolektif yang sulit didapat.
- Status Negosiasi yang Belum Final: Poin ini krusial. Meskipun rapat Exco telah menyepakati nama Herdman, Waketum PSSI Zainudin Amali secara resmi menyatakan bahwa proses negosiasi kontrak belum final. Masih ada ruang untuk gagal dalam perundingan detail kontrak, hak dan kewajiban, atau kesepakatan teknis lainnya. Semua proyeksi kita masih bergantung pada tanda tangan di atas kertas.
Kesimpulan: Sebuah Kepenjaraan yang Bernama Harapan
PSSI, dengan memilih John Herdman, secara jelas menunjukkan bahwa mereka mencari lebih dari sekadar pelatih. Mereka mencari seorang visioner, seorang pembangun institusi, dan seorang psikolog tim. Ini adalah langkah ambisius yang mengakui bahwa masalah sepak bola Indonesia adalah masalah fondasi, bukan sekadar hasil pertandingan.
Potensi Herdman untuk membuat lompatan budaya dan taktis sangat nyata. Ia membawa blueprint yang sudah terbukti mengubah underdog menjadi pesaing yang disegani. Namun, kesuksesan itu tidak akan diimpor begitu saja dari Ottawa ke Jakarta. Ia harus ditransplantasikan dengan hati-hati, disesuaikan dengan realitas tropis Indonesia, dan yang terpenting, didukung dengan kesabaran dan komitmen sumber daya yang luar biasa dari seluruh stakeholder sepak bola nasional.
Era Herdman, jika resmi dimulai, tidak akan diukur dari kemenangan pertama di laga uji coba Maret 2026. Ia akan diukur dari kekokohan sistem yang ia tinggalkan, dari mental pemain yang ia bentuk, dan dari apakah ia berhasil menanam benih yang kelak tumbuh menjadi pohon sepak bola Indonesia yang berbuah di panggung dunia. Atau, ini akan menjadi episode lain dalam roman panjang percobaan dan kekecewaan. Jawabannya, seperti status negosiasinya saat ini, masih tertulis: “Belum final.”
Ikuti terus analisis mendalam, berita terpercaya, dan perkembangan terbaru seputar pelatih baru Timnas Indonesia dan dinamika sepak bola nasional hanya di score.co.id.












