Format Sistem Juara Liga 1 2026
score.co.id – Sebuah perubahan radikal sedang menggeliat di jantung sepakbola Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam beberapa musim terakhir, trofi juara kasta tertinggi akan dipertaruhkan tanpa drama babak playoff yang menentukan. BRI Super League 2025/2026 tidak hanya hadir dengan nama baru yang lebih glamor, tetapi juga dengan fondasi kompetisi yang kembali ke akar paling murni: liga penuh 34 pertandingan. Penghapusan Championship Series bukan sekadar perubahan teknis; ini adalah pernyataan filosofis tentang keadilan, konsistensi, dan arah baru sepakbola nasional. Artikel ini akan mengupas tuntas implikasi strategis dari format baru ini, menganalisis dampaknya bagi klub dan penonton, serta membaca peluang dan tantangan di tengah persaingan ketat yang sudah terbentuk.
Era Super League: Lebih Dari Sekadar Ganti Nama
Transformasi BRI Liga 1 menjadi BRI Super League adalah sinyal ambisius. Ini bukan hanya urusan branding atau sponsor, melainkan upaya konkret untuk meningkatkan citra, nilai komersial, dan standar kompetisi sepakbola Indonesia di kancah regional Asia Tenggara. Label “Super League” yang akan bertahan meski sponsor utama berganti menciptakan identitas yang lebih permanen dan berkelas.

Namun, perubahan paling substantif justru terletak pada format kompetisi. Musim ini mengadopsi sistem double round-robin murni yang melibatkan 18 tim. Setiap klub akan bertemu dua kali, kandang dan tandang, menghasilkan total 34 pertandingan untuk masing-masing. Juara akan dinobatkan semata-mata berdasarkan puncak klasemen akhir setelah pekan ke-34. Kembali ke format ini menghapuskan kompleksitas dan kontroversi yang sering menyertai babak knockout seperti Championship Series.
“Format liga panjang ini lebih adil bagi semua tim. Ini menguji kedalaman skuad, mentalitas, dan konsistensi taktik sepanjang musim, bukan hanya momentum di beberapa pertandingan akhir,” kata seorang pelatih yang familiar dengan dinamika liga.
Perubahan ini didorong oleh keinginan untuk menghindari penumpukan jadwal yang kerap membebani pemain dan merusak ritme kompetisi. Selain itu, sinkronisasi yang lebih baik dengan agenda FIFA Matchday dan tim nasional Indonesia menjadi pertimbangan utama. Liga ingin memastikan pemain terbaiknya tampil optimal baik untuk klub maupun negara, tanpa konflik jadwal yang mengganggu.
Mengupas Format Baru: Konsistensi vs Drama
Penghapusan Championship Series membawa dua narasi yang bertolak belakang: keadilan sportif melawan hiburan dan ketegangan. Mari kita telaah keduanya.
Keadilan yang Diperjuangkan: Meritokrasi 34 Pekan
Format baru ini adalah puncak meritokrasi. Trofi diberikan kepada tim yang paling konsisten, tangguh, dan mampu mengatasi segala rintangan dari Agustus hingga Mei. Tidak ada lagi skenario di mana tim yang finis di puncak klasemen reguler, seperti yang terjadi pada Borneo FC musim lalu, harus merasakan pahitnya kekalahan di final playoff. Setiap poin menjadi sangat berharga sejak pekan pertama. Dominasi awal, seperti yang diperlihatkan Borneo FC dengan 11 kemenangan beruntun, bisa menjadi fondasi yang hampir tak terbantahkan untuk gelar juara. Format ini menghargai investasi jangka panjang, perencanaan skuad yang matang, dan manajemen yang stabil.
Hilangnya Momen High-Stakes dan Tantangan Bagi Penonton
Di sisi lain, atmosfer “win or go home” yang diciptakan Championship Series memang tak terbantahkan dalam hal menciptakan rating dan antusiasme publik. Babak playoff memberikan panggung kedua, peluang redemption, dan cerita underdog yang memikat. Tanpa itu, liga mengambil risiko dimana persaingan juara bisa saja terasa tandus jauh sebelum musim berakhir jika satu tim terbang terlalu tinggi. Tantangan terbesar bagi PT LIB adalah menjaga minat penonton hingga pekan-pekan akhir, terutama jika selisih poin di puncak melebar.
Aturan Pemain: Kuota Asing Melonjak dan Kewajiban Masa Depan
Revolusi format juga diiringi perubahan regulasi pemain yang signifikan, yang langsung mempengaruhi strategi rekrutmen dan taktik setiap klub.
Liberalisasi Pemain Asing: Kualitas di Atas Segalanya
Kuota pemain asing mengalami pelonggaran dramatis. Kini, setiap klub boleh meregistrasi hingga 11 pemain asing, dengan 8 di antaranya boleh dimasukkan dalam daftar susunan pemain (DSP) setiap pertandingan, dan maksimal 7 bisa starter. Kebijakan ini, yang menghilangkan batasan konfederasi, bertujuan jelas: meningkatkan kualitas teknis dan tempo pertandingan. Kita melihat gelombang kedatangan talenta dari Brasil, Argentina, Jepang, hingga Eropa, membawa diversifikasi taktik dan pengalaman internasional ke liga kita.
Investasi Wajib pada Pemain Muda Indonesia
Sebagai penyeimbang, regulasi pemain U-23 berkebangsaan Indonesia diberlakukan dengan ketat. Setiap klub wajib mendaftarkan minimal 5 pemain U-23 WNI dan memainkan minimal satu di antaranya selama setidaknya 45 menit penuh dalam setiap pertandingan. Aturan ini memaksa klub untuk tidak hanya membeli pemain matang, tetapi juga berinvestasi pada pembinaan dan pemberian kesempatan kepada bibit muda. Ini adalah strategi jangka panjang PSSI untuk memperkuat pondasi tim nasional, meski diakui memberikan tantangan taktis tersendiri bagi para pelatih.
Dinamika Awal Musim dan Proyeksi Ke Depan
Sejak digulirkan pada 8 Agustus 2025, BRI Super League telah memamerkan dinamika yang menarik. Borneo FC Samarinda muncul sebagai kekuatan dominan dengan rekor sempurna di awal, menunjukkan bahwa tim yang paling cepat beradaptasi dengan format “maraton” ini akan memetik manfaat. Sementara itu, tim promosi seperti PSIM Yogyakarta yang kembali setelah 18 tahun absen, langsung menunjukkan daya gedornya dengan menarik puluhan ribu penonton.
Statistik awal musim menunjukkan rata-rata gol 2.62 per pertandingan, indikasi bahwa liberalisasi pemain asing mungkin berkontribusi pada daya serang yang lebih baik. Namun, tantangan sebenarnya akan datang saat jeda untuk Pesta Olahraga Asia Tenggara 2025 dan menjelang putaran kedua. Kedalaman skuad, manajemen cedera, dan kemampuan menjaga konsentrasi akan diuji.
Daftar Tim Peserta BRI Super League 2025/2026:
-
Arema FC (Stadion Kanjuruhan)
-
Bali United FC (Stadion I Wayan Dipta)
-
Bhayangkara Presisi Lampung FC (Stadion Sumpah Pemuda)
-
Borneo FC Samarinda (Stadion Batakan)
-
Dewa United FC (Stadion Internasional Banten)
-
Madura United FC (Stadion Gelora Bangkalan)
-
Malut United FC (Stadion Wibawa Mukti)
-
Persebaya Surabaya (Stadion Gelora Bung Tomo)
-
Persib Bandung (Stadion GBLA)
-
Persija Jakarta (Stadion Internasional Jakarta)
-
Persijap Jepara (Stadion Gelora Bumi Kartini)
-
Persik Kediri (Stadion Brawijaya)
-
Persis Solo (Stadion Manahan)
-
Persita Tangerang (Stadion Indomilk Arena)
-
PSBS Biak (Stadion Cendrawasih)
-
PSIM Yogyakarta (Stadion Mandala Krida)
-
PSM Makassar (Stadion Batakan)
-
Semen Padang FC (Stadion Haji Agus Salim)
Proyeksi dan Tantangan di Ufuk Cakrawala
Format baru BRI Super League 2025/2026 ini ibarat sebuah eksperimen besar. Kesuksesannya tidak akan hanya diukur dari siapa yang mengangkat trofi, tetapi juga dari konsistensi kualitas permainan, fluktuasi jumlah penonton hingga akhir musim, dan kontribusinya pada pemain nasional.
Ke depan, tekanan akan semakin besar bagi tim-tim dengan ambisi juara untuk tidak hanya memulai dengan kuat, tetapi juga menutup musim dengan gemilang. Sedikit slip-up bisa sangat mahal harganya. Bagi tim-tim di papan tengah dan bawah, setiap poin menjadi modal berharga untuk bertahan, menciptakan persaingan yang berarti di semua lini klasemen.
Penghapusan Championship Series mungkin mengurangi sedikit drama teatrikal, tetapi ia menggantikannya dengan narasi yang lebih dalam: sebuah perjalanan panjang, penuh perhitungan, yang menguji segala aspek manajemen klub. Inilah ujian sesungguhnya dari sebuah champion calon. Apakah format ini akan bertahan atau menjadi bahan revisi di musim depan, sangat tergantung pada bagaimana seluruh pemangku kepentingan—klub, pemain, dan terutama penonton—merespons fase baru sepakbola Indonesia ini.
Ikuti terus analisis mendalam, berita tercepat, dan liputan eksklusif seputar BRI Super League hanya di Score.co.id.












