Awal Mula Tragedi Kanjuruhan: Kronologi Lengkap & Fakta Investigasi

Fakta Sejarah & Laporan Investigasi Resmi Terbaru

Awal Mula Tragedi Kanjuruhan: Kronologi Lengkap & Fakta Investigasi
Awal Mula Tragedi Kanjuruhan: Kronologi Lengkap & Fakta Investigasi

Awal Mula Tragedi Kanjuruhan

score.co.id – Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 merupakan salah satu insiden terburuk dalam sejarah sepak bola dunia, dengan 135 korban jiwa dan ratusan luka. Meskipun telah berlalu tiga tahun hingga 2025, bukti menunjukkan bahwa keadilan belum sepenuhnya tercapai, dengan tuntutan investigasi ulang yang terus bergaung dari keluarga korban. Penelitian resmi menyoroti pelanggaran prosedur keamanan sebagai penyebab utama, meskipun proses hukum dianggap lambat dan tidak menjangkau aktor intelektual. Secara keseluruhan, bukti dari sumber terpercaya menekankan pentingnya reformasi sistemik untuk mencegah kejadian serupa, dengan harapan pada pemerintahan baru untuk membuka kembali kasus ini.

Kronologi Singkat Peristiwa

  • Pertandingan Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, berakhir dengan kekalahan Arema 2-3, memicu kekecewaan suporter.
  • Suporter turun ke lapangan, polisi menembakkan gas air mata ke tribun dan lapangan, menyebabkan kepanikan massal.
  • Pintu keluar tertutup atau terhalang, mengakibatkan desak-desakan fatal.

Fakta Utama dari Investigasi

Berdasarkan laporan TGIPF (Tim Gabungan Independen Pencari Fakta) dan sumber resmi, tragedi ini disebabkan oleh overkapasitas stadion (42.000 tiket terjual untuk kapasitas 38.000), penggunaan gas air mata yang melanggar regulasi FIFA, dan kegagalan koordinasi keamanan. Hingga 2025, proses hukum hanya menjerat pelaku lapangan dengan vonis ringan, sementara keluarga korban menuntut pengakuan sebagai pelanggaran HAM berat.

Pasca-Insiden Korban awal dilaporkan ratusan, tetapi verifikasi akhir oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 2023
Pasca-Insiden Korban awal dilaporkan ratusan, tetapi verifikasi akhir oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 2023

Update Terkini hingga November 2025

Pada peringatan tiga tahun di Oktober 2025, keluarga korban mengunjungi Komnas HAM dan Bareskrim Polri untuk menuntut klasifikasi tragedi sebagai pelanggaran HAM serius. Restitusi sebesar Rp 670 juta telah dibayarkan kepada 73 korban pada Agustus 2025, tetapi dianggap tidak memadai. Tidak ada kemajuan hukum signifikan pada November 2025, meskipun isu ini masih dibahas dalam konteks persaudaraan suporter, seperti pelukan antara The Jak Mania dan Aremania pada 10 November 2025 sebagai simbol solidaritas pasca-tragedi.

Dampak dan Reformasi

Reformasi sepak bola Indonesia pasca-tragedi termasuk renovasi Stadion Kanjuruhan (rampung 85% pada 2024) dan pembangunan monumen peringatan. Namun, pemotongan anggaran LPSK pada 2025 mempersulit pendampingan korban, menimbulkan kekhawatiran atas keberlanjutan keadilan.

Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, telah menjadi noda hitam dalam sejarah sepak bola Indonesia, menewaskan 135 orang dan melukai ratusan lainnya. Insiden ini, yang dipicu oleh kekalahan Arema FC dari Persebaya Surabaya, berkembang menjadi kerusuhan massal akibat penanganan keamanan yang buruk. Berdasarkan informasi dari sumber resmi seperti laporan TGIPF (Tim Gabungan Independen Pencari Fakta) yang dikoordinasikan oleh Kemenko Polhukam, serta update dari Komnas HAM dan LPSK hingga November 2025, berikut adalah kronologi lengkap, fakta investigasi, dan perkembangan terkini. Ringkasan ini disusun dari data terverifikasi untuk memberikan gambaran akurat dan informatif, dengan penekanan pada tuntutan keadilan yang belum terpenuhi.

Baca Juga  Kata Nadeo Argawinata saat Mendadak Dipanggil ke Timnas Indonesia untuk Piala Asia 2023
Fakta Sejarah & Laporan Investigasi Resmi Terbaru
Fakta Sejarah & Laporan Investigasi Resmi Terbaru

Kronologi Lengkap Peristiwa

Tragedi dimulai dari persiapan pertandingan hingga kekacauan pasca-laga. Berikut adalah urutan kejadian berdasarkan temuan resmi TGIPF dan laporan polisi:

  1. Persiapan dan Kick-off (1 Oktober 2022): Pertandingan Liga 1 antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dijadwalkan pukul 20.00 WIB, tetapi Polres Malang mengubahnya menjadi 15.30 WIB atas alasan keamanan. PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) menolak perubahan ini karena dampak pada penayangan televisi dan ekonomi. Stadion berkapasitas 38.000 orang, tetapi tiket terjual hingga 42.000 lembar, melebihi batas aman. Suporter Persebaya dilarang hadir untuk menghindari konflik, sehingga hanya Aremania (suporter Arema) yang memenuhi stadion.
  2. Jalannya Pertandingan: Laga berlangsung tanpa insiden signifikan hingga akhir. Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya, memutus rekor tak terkalahkan di kandang selama 23 tahun. Kekecewaan suporter memuncak, dan beberapa mulai turun ke lapangan untuk memprotes pemain dan ofisial.
  3. Eskalasi Kerusuhan: Polisi mengevakuasi pemain Persebaya menggunakan kendaraan taktis. Situasi memanas ketika suporter menyerang polisi dan merusak fasilitas stadion. Sebagai respons, 11 anggota polisi menembakkan gas air mata: 7 tembakan ke tribun selatan, 1 ke tribun utara, dan 3 ke lapangan. Penggunaan gas air mata ini melanggar regulasi FIFA yang melarangnya di stadion karena berpotensi menyebabkan kepanikan.
  4. Kepanikan Massal dan Desak-desakan: Asap gas air mata menyebabkan suporter panik dan berlarian menuju pintu keluar. Namun, beberapa pintu (nomor 3, 10, 11, 12, dan 14) tertutup atau terhalang oleh penghalang besi setinggi 5 cm. Ini mengakibatkan penumpukan massa, di mana korban mengalami sesak napas, pingsan, dan terinjak-injak. Banyak korban meninggal karena asfiksia (kekurangan oksigen) dan trauma trampling.
  5. Pasca-Insiden: Korban awal dilaporkan ratusan, tetapi verifikasi akhir oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 2023 menetapkan 135 meninggal (termasuk penyesuaian duplikasi data dari 129). Ratusan lainnya luka-luka, dengan 96 luka berat dan 484 luka ringan. Identifikasi korban dilakukan oleh tim DVI (Disaster Victim Identification) menggunakan CCTV dan data kesehatan.
Baca Juga  Respons Keren Bek Filipina Soal Selebrasi Saddil Ramdani Setelah Cetak Gol untuk Timnas Indonesia

Fakta Investigasi dari Sumber Resmi

Investigasi dilakukan oleh TGIPF yang dibentuk Presiden Joko Widodo pada Oktober 2022, dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD. Temuan utama mencakup:

  • Penyebab Utama: Penggunaan gas air mata secara berlebihan oleh polisi sebagai pemicu kepanikan, overkapasitas tiket oleh panitia, dan kegagalan verifikasi stadion oleh PT LIB sejak 2020. Tidak ada bentrokan antar-suporter karena suporter Persebaya absen. Menurut Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta, kerusuhan dimulai dari kekecewaan suporter, tetapi TGIPF menyoroti pelanggaran SOP polisi.
  • Kejanggalan dan Dugaan Obstruction of Justice: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat beberapa kejanggalan, seperti narasi menyesatkan dari polisi (klaim gas air mata sesuai SOP), penggantian rekaman CCTV, rekonstruksi di Mapolda Jatim bukan di stadion, intimidasi terhadap keluarga korban dan saksi, serta sidang yang dibatasi akses. Hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) dianggap pasif, dengan dominasi saksi dari pihak polisi.
  • Proses Hukum: Enam tersangka ditetapkan, termasuk Direktur PT LIB Akhmad Hadian Lukita (AHL), Ketua Panpel Abdul Haris (AH), Security Officer Suko Sutrisno (SS), Kabag Ops Polres Malang Wahyu Setyo Pranoto (WSP), Danyon Brimob Hasdarmawan (H), dan Kasat Samapta Bambang Sidik Achmadi (BSA). Tiga di antaranya memerintahkan penembakan gas air mata. Vonis di Pengadilan Negeri Surabaya: AH (1 tahun 6 bulan), SS (1 tahun), H (1 tahun 6 bulan); BSA dan WSP bebas. Kasus dinaikkan ke Pengadilan Tinggi Surabaya, yang mengukuhkan vonis.

Ringkasan Tersangka dan Vonis

  • Akhmad Hadian Lukita (AHL) – Jabatan: Direktur PT LIB; Dakwaan Utama: Tidak verifikasi stadion; Vonis Hukuman: Tidak divonis dalam konteks ini (fokus pada yang lain).
  • Abdul Haris (AH) – Jabatan: Ketua Panpel; Dakwaan Utama: Abai keselamatan, tiket berlebih; Vonis Hukuman: 1 tahun 6 bulan penjara.
  • Suko Sutrisno (SS) – Jabatan: Security Officer; Dakwaan Utama: Memerintahkan steward tinggalkan stadion; Vonis Hukuman: 1 tahun penjara.
  • Hasdarmawan (H) – Jabatan: Deputi 3 Danyon Brimob; Dakwaan Utama: Memerintahkan gas air mata; Vonis Hukuman: 1 tahun 6 bulan penjara.
  • Bambang Sidik Achmadi (BSA) – Jabatan: Kasat Samapta Polres Malang; Dakwaan Utama: Memerintahkan gas air mata; Vonis Hukuman: Bebas.
  • Wahyu Setyo Pranoto (WSP) – Jabatan: Kabag Ops Polres Malang; Dakwaan Utama: Memerintahkan gas air mata; Vonis Hukuman: Bebas.
Baca Juga  Italia Larang Pemain Sepak Bola Pakai Nomor Punggung 88, Ada Kaitannya dengan Nazi dan Hitler

Dakwaan berdasarkan Pasal 359/360 KUHP (kelalaian) dan Pasal 103 juncto 52 UU Keolahragaan No. 11/2022.

Perkembangan Terkini hingga 2025

Hingga November 2025, tidak ada kemajuan hukum baru yang signifikan, meskipun isu ini masih relevan dalam diskusi sepak bola nasional. Pada peringatan 1000 hari (30 Juni 2025), keluarga korban dan aktivis seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar doa bersama, diskusi, dan teatrikal di Malang, menuntut investigasi independen ulang dan transparansi pengadaan gas air mata polisi. Mereka menyoroti proses hukum yang lambat dan tidak menyentuh aktor utama dalam rantai komando.

Pada peringatan tiga tahun (1 Oktober 2025), keluarga korban seperti Rizal Putra Pratama (kehilangan ayah dan dua saudara) mengunjungi Komnas HAM dan Bareskrim Polri, meminta klasifikasi sebagai pelanggaran HAM berat untuk mencapai keadilan. Kuasa hukum Imam Hidayat menyebut renovasi stadion sebagai bentuk obstruction of justice karena menghilangkan bukti, dan laporan polisi Model B (Pasal 338 KUHP) belum diproses ulang. Ia berharap Presiden Prabowo Subianto membuka kembali investigasi, mengingat reputasi institusi dan citra internasional Indonesia.

Pemotongan anggaran LPSK lebih dari 50% pada 2025 (dibahas Februari 2025) mempersulit pendampingan korban, termasuk proses banding restitusi (awalnya diminta Rp 17,2 miliar, dikabulkan Rp 1,02 miliar). Pada 28 Agustus 2025, restitusi Rp 670 juta dibayarkan kepada 73 korban (Rp 10 juta per korban meninggal, Rp 5 juta per luka) melalui LPSK di Surabaya, berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya.

Renovasi Stadion Kanjuruhan mencapai 85% pada 2024, dengan target selesai Desember 2024, dan monumen peringatan dibangun untuk mengenang 135 korban. Pada 10 November 2025, kisah persaudaraan suporter seperti pelukan antara The Jak Mania dan Aremania di Kanjuruhan menjadi simbol solidaritas, meskipun luka tragedi masih mendalam.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, tragedi ini menekankan perlunya reformasi keamanan stadion, akuntabilitas polisi, dan perlindungan hak korban. Meskipun ada langkah seperti sanksi FIFA (dihentikan sementara pada 2023), tuntutan keadilan dari keluarga korban tetap menjadi isu utama di 2025, dengan harapan pada investigasi ulang untuk mencegah pengulangan.

Tragedi Kanjuruhan tetap menjadi pengingat akan pentingnya keadilan dan reformasi sistemik dalam olahraga nasional.