Peran False 9 dalam Taktik Modern: Studi Kasus Man City Era Pep Guardiola

Analisis strategi tanpa striker murni ala Pep Guardiola.

Peran False 9 dalam Taktik Modern Studi Kasus Man City Era Pep Guardiola
Peran False 9 dalam Taktik Modern Studi Kasus Man City Era Pep Guardiola

Peran False 9 dalam Taktik Modern

score.co.id – Sebuah formasi hanyalah angka-angka di papan tulis, hingga seorang visioner seperti Pep Guardiola mengubahnya menjadi simfoni gerakan. Di jantung filosofinya, ada satu peran yang terus-menerus berevolusi, membingungkan lawan, dan mendefinisikan ulang sepak bola modern: False 9. Bukan lagi sekadar istilah mewah, di tangan Guardiola, peran ini telah berubah dari senjata rahasia di Barcelona menjadi sistem yang cair dan adaptif di Manchester City, bertahan bahkan di era kehadiran striker murni seperti Erling Haaland.

Artikel ini akan menyelami perjalanan taktik ini, dari masa kejayaannya yang strikerless hingga bentuknya yang lebih hybrid dan pragmatis di musim 2025, mengungkap bagaimana sebuah ide taktis tidak hanya bertahan tetapi justru berkembang dalam menghadapi tantangan baru.

Akar Filosofis dan Fungsi Inti Sang Pengacau

Membedah Anatomi False 9

Pada dasarnya, False 9 adalah seorang penyerang tengah yang dengan sengaja meninggalkan posisinya di garis pertahanan lawan untuk turun ke ruang antara lini tengah dan belakang. Ia bukan target man yang mengharapkan umpan lambung, melainkan seorang konduktor yang beroperasi di area paling padat. Gerakannya yang mendalam memicu kekacauan terstruktur dalam formasi lawan. Bek tengah yang biasa berhadapan dengan fisik dan duel udara tiba-tiba dihadapkan pada pilihan sulit: apakah harus mengikuti pergerakan si False 9 dan meninggalkan ruang berbahaya di belakang mereka, atau tetap bertahan dan membiarkan sang pengacau memiliki waktu dan ruang untuk mengolah bola dan melancarkan serangan.

Fungsi utamanya terletak pada tiga pilar:

  • Mencipta dan Memanfaatkan Ruang: Dengan menarik bek lawan, ia membuka koridor bagi para penyerang sayap atau gelandang serang untuk melakukan runs behind the defensive line. Ruang yang tercipta ini adalah komoditas paling berharga dalam sepak bola modern.
  • Membangun Keunggulan Numerik: Dengan turun ke lini tengah, ia secara efektif menambah jumlah pemain di area tersebut. Hal ini menciptakan overload yang memudahkan tim untuk mempertahankan penguasaan bola melalui segitiga-segitiga passing yang pendek dan cepat.
  • Menjadi Penghubung yang Cair: Ia adalah jembatan sempurna antara lini tengah dan serangan. Kemampuannya menerima bola di antara garis, berputar, dan mengirim umpan terobosan adalah kunci membuka pertahanan yang rapat.
Baca Juga  Pergantian Manajer Manchester City: Ini 3 Fakta Sebenarnya

Di Manchester City, prinsip-prinsip ini menemukan rumahnya yang sempurna. Filosofi possession-based Guardiola membutuhkan pemain dengan inteligensi spatial dan kemampuan teknis luar biasa untuk terus-menerus menciptakan pola serangan yang tidak terduga. False 9 adalah perwujudan dari filosofi itu.

Bagaimana Guardiola & 3-2-2-3 (akhirnya) memecahkan meta pertahanan
Bagaimana Guardiola & 3-2-2-3 (akhirnya) memecahkan meta pertahanan

Era Strikerless: Mahakarya Taktik Guardiola di City

Titik Puncak: Musim 2020/21 yang Revolusioner

Jika Barcelona punya Messi, maka Manchester City memiliki sebuah sistem. Puncak penerapan False 9 murni terjadi pada musim 2020/21, sebuah kampanye yang lahir dari kebutuhan—kepergian Sergio Agüero—yang justru melahirkan mahakarya taktis. Tanpa striker murni, Guardiola memutar otak. Ia mengubah kekurangan menjadi kekuatan dengan mendelegasikan peran sentral ini kepada sekelompok gelandangnya yang brilian.

Kevin De Bruyne, Bernardo Silva, dan Phil Foden bergiliran menjadi wajah di ujung tombak. Masing-masing membawa warna berbeda; De Bruyne dengan visi dan umpan terobosannya yang mematikan, Silva dengan daya tahannya dan kontrol bola di ruang sempit, serta Foden dengan dinamika dan finishing-nya. Hasilnya adalah mesin serangan yang nyaris mustahil untuk dibaca oleh lawan. Siapa yang akan menjadi penyerang? Dari mana ancaman akan datang? Pertahanan lawan dibuat terus-menerus dalam keadaan ketidakpastian.

Seorang analis taktik pernah berkomentar, Mencoba mempertahankan City musim itu seperti mencoba menahan air dengan jaring. Mereka akan selalu menemukan celah, karena serangan mereka datang dari segala arah, bukan dari satu titik fokus.

Kesuksesan sistem ini terwujud dalam gelar Premier League dan statistik yang mencengangkan. Tidak adanya striker top-skorer justru berbuah pada distribusi gol yang merata. Ilkay Gündogan, seorang gelandang tengah, menjadi pencetak gol terbanyak tim di liga dengan 13 gol, didukung oleh Raheem Sterling, Riyad Mahrez, dan lainnya. City mendominasi dengan rata-rata penguasaan bola di atas 65% dan melancarkan 15-20 tembakan per pertandingan, sebuah bukti nyata keefektifan sistem overload dan rotasi posisi yang mereka terapkan.

Taktik 4-3-3 Pep Guardiola dari Manchester City 2023-24
Taktik 4-3-3 Pep Guardiola dari Manchester City 

Transisi dan Adaptasi: Hadirnya Haaland dan Kebutuhan Baru

Integrasi Kekuatan Tradisional dengan Fluiditas

Kedatangan Erling Haaland pada 2022 dianggap banyak pihak sebagai akhir dari era False 9 di Etihad. Bagaimana mungkin seorang predator di area penalti, pencipta gol yang begitu efisien, dapat diselaraskan dengan filosofi seorang yang suka menarik penyerangnya ke luar? Guardiola sekali lagi membuktikan kejeniusannya. Alih-alih meninggalkan konsep False 9, ia mengintegrasikannya ke dalam sistem yang lebih luas.

Haaland memberikan sesuatu yang tidak dimiliki City sebelumnya: sebuah titik fokal yang konsisten dan penghabisan yang mematikan di dalam kotak penalti. Namun, di sekelilingnya, prinsip-prinsip False 9 tetap hidup. Guardiola sering menggunakan pemain seperti Phil Foden, Bernardo Silva, atau bahkan Jack Grealish di posisi sayap yang menyempit ke dalam, secara efektif berfungsi sebagai False 9 di lorong-lorong setengah ruang (half-spaces). Mereka adalah penghubung antara lini tengah dan Haaland, sambil tetap menciptakan kebingungan bagi bek lawan.

Baca Juga  Hasil Liga 1 - Gara-gara Drama pada Akhir Laga, RANS Nusantara Gagal Kalahkan Madura United

Musim treble 2022/23 adalah bukti bahwa kedua konsep ini bisa bersinergi. City menjadi tim yang lebih berbahaya secara vertikal, mampu beralih dari possession-based play ke serangan balik kilat dengan memanfaatkan pergerakan Haaland. Ekspektasi Gol (xG) City dari situasi transisi meningkat signifikan. Haaland, dengan kehadirannya, membuka ruang bagi para gelandang untuk datang dari lapis kedua, sebuah variasi dari prinsip dasar False 9 yang dimanifestasikan dalam bentuk yang berbeda.

Evolusi 2025: False 9 dalam Wajah City yang Baru dan Pragmatis

Respon Guardiola terhadap Era Baru

Musim 2024/25 yang gagal meraih trofi menjadi titik balik. Kekalahan dan hasil imbang yang mengecewakan, ditambah cedera krusial seperti yang dialami Rodri, mengekspos kerentanan City. Statistik menunjukkan mereka berada di peringkat sembilan dalam hal memenangkan bola di sepertiga akhir lapangan dan sering kali kebobolan dalam serangan balik lawan. Guardiola menyadari perlunya perubahan. Dengan dana £320 juta, ia membawa pemain-pemain baru seperti Tijjani Reijnders, yang dikenal akan kemampuannya membawa bola dan dinamikanya, serta Nico González.

Revolusi taktis pun dimulai. Asisten baru, Pep Lijnders, membawa pengaruh gaya gegenpressing ala Jurgen Klopp. City 2025/26 adalah entitas yang lebih pragmatis. Mereka masih bisa mendominasi bola, tetapi tidak segan untuk melepaskan penguasaan dan bertahan lebih dalam untuk memancing lawan, lalu menghajar mereka dengan serangan balik yang cepat dan mematikan. Dalam hasil imbang 1-1 melawan Arsenal, misalnya, City sengaja membiarkan Arsenal memiliki bola lebih banyak untuk menciptakan ruang di belakang pertahanan mereka.

Masa Depan Peran False 9 dalam Sistem yang Diperbarui

Lalu, di mana posisi False 9 dalam konteks yang baru pragmatis ini? Perannya tidak hilang, tetapi sekali lagi berevolusi menjadi sesuatu yang lebih hybrid dan situasional.

  • Hybrid Roles dan Rotasi: Dengan Haaland tetap menjadi pilar tak tergoyahkan di depan, peran mirip False 9 kini diambil alih oleh pemain lain yang berotasi ke posisi sentral. Jeremy Doku, yang biasanya di sayap, sering kali dipersilakan untuk memotong ke dalam dan berfungsi sebagai penghubung. Demikian pula, Reijnders digadang-gadang dapat menjadi gelandang mencetak gol yang tiba-tiba muncul di area False 9, menciptakan kejutan.
  • Fokus pada Kualitas, Bukan Kuantitas: Data 2025/26 menunjukkan perubahan pola serangan City. Rata-rata tembakan mereka turun menjadi 10.2 per pertandingan, tetapi efisiensinya meningkat—1.8 gol dicetak dari 1.55 xG. Ini menunjukkan pergeseran dari membanjiri pertahanan lawan (volume play) ke serangan yang lebih terukur dan berbahaya. Peran pemain di posisi False 9 kini lebih tentang menciptakan peluang berkualitas tinggi bagi Haaland atau pemain lain, bukan sekadar menjadi bagian dari sirkulasi bola.
  • Eksperimen Berkelanjutan: Dalam ajang seperti Piala Dunia Antarklub FIFA 2025, Guardiola masih bereksperimen dengan formasi tanpa striker sejati, menggunakan sistem dua gelandang jangkar seperti Rodri dan Reijnders. Ini membuktikan bahwa konsep False 9 tetap menjadi alat penting dalam kotak peralatan taktisnya, siap digunakan kapan pun situasi memungkinkan.
Baca Juga  Mantan Pemain Dortmund Keturunan Indonesia yang Bersinar
Era/Season Pemain Kunci False 9 Fokus Taktik & Hasil
2016-2020 Pengaruh Messi; eksperimen dengan Raheem Sterling Dominasi bola, rotasi cair
Rata-rata >65% possession; beberapa gelar domestik
2020-2022 Kevin De Bruyne, Bernardo Silva, Phil Foden Sistem tanpa striker, overload lini tengah
Gelar PL 2020-21; 15-20 tembakan/pertandingan, gol tersebar (contoh: Gündogan 13 gol)
2022-2024 Hybrid dengan Erling Haaland; Julian Alvarez sesekali Menyeimbangkan striker fokal dengan fluiditas
Treble 2022-23; peningkatan xG dari transisi
2025-Sekarang Tijjani Reijnders, pergerakan sentral Jeremy Doku Efisiensi transisi, adaptasi pragmatis
1.8 gol/pertandingan vs 1.55 xG; lebih sedikit tembakan (10.2/pertandingan) untuk fokus kualitas

Proyeksi dan Kesimpulan

Perjalanan False 9 di Manchester City di bawah Pep Guardiola adalah cerita tentang adaptasi dan ketahanan sebuah ide. Dari senjata andalan yang mendefinisikan sebuah era, menjadi bagian terintegrasi dari sistem hybrid, hingga kini berevolusi menjadi peran cair dalam mesin taktis yang lebih pragmatis. Masa depan peran ini di City tampaknya tidak akan pernah kembali ke bentuknya yang murni dan strikerless, selama Haaland masih berseru biru. Namun, jiwa dari False 9—yaitu fluiditas, penciptaan ruang, dan ketidakpastian—akan tetap menjadi DNA dari setiap tim yang dilatih Guardiola.

Ia telah mengajarkan bahwa sepak bola modern bukan tentang memaksakan satu sistem, tetapi tentang bagaimana sebuah sistem dapat beradaptasi dengan personel, tren, dan tantangan baru. False 9 bukan lagi sekadar sebuah posisi, melainkan sebuah prinsip yang dapat diwujudkan oleh siapa saja, kapan saja, di dalam sistem yang dinamis. Dan selama Guardiola masih berada di kursi kepelatihan, prinsip itu akan terus hidup dalam bentuk-bentuk yang baru dan inovatif.

Ikuti terus analisis taktis mendalam dan perkembangan sepak bola terkini hanya di Score.co.id