SCORE.CO.ID – Cukup mengejutkan Final Piala Presiden tahun ini justru jatuh ke tangan klub asing yaitu mempertemukan final antara klub Thailand vs klub divisi liga 2 Inggris.
Klub Indonesia belum cukup kuat untuk berdiri sejajar di level internasional.
Ini realita yang harus diterima.
Baik Persib sang juara bertahan Liga 1 justru harus keok dengan posisi terakhir grup B dengan tim asal Thailand Port FC memimpin.
Sementara, Arema FC juga tersungkur dengan kekalahan 4 gol tak berbalas melawan klub divisi liga 2 Inggris, Kamis (9/7/2025) malam.
Untuk pertama kalinya, trofi bergengsi ini pasti akan dibawa pulang ke luar negeri alias tangan asing.
Final tahun ini mempertemukan Oxford United vs Port FC dengan dua tim tamu yang sukses menyingkirkan semua wakil lokal.
Oxford melibas Liga Indonesia All Star 6-3 dan Arema FC 4-0. Port FC kalahkan Persib 2-0 & Dewa United 2-1.
Kini, trofi yang selama ini hanya singgah di Bandung, Malang, dan Jakarta akan mencetak sejarah baru.
Final Piala Presiden 2025 menghadirkan duel antar tim luar negeri:
Oxford United (INGGRIS) vs Port FC (Thailand), Minggu (13/7/2025).
Sementara di perebutan tempat ketiga, dua wakil Indonesia justru saling berhadapan:
Liga Indonesia All Stars vs Dewa United.
Realita pahit pun tak bisa disangkal…
Klub-klub Indonesia belum mampu menembus final. Liga Indonesia harus lebih baik lagi.
Apa Komentar PT. LIB?
Terkait dengan Final Piala Presiden 2025, PT. LIB belum mengumumkan resmi bagaimana klub Indonesia yang sama sekali tidak bisa lolos ke partai puncak di negeri sendiri.
LIB hanya fokus pada rebranding pergantian nama dari sebelumnya Liga 1 menjadi Indonesia Super League. Ya ini menandakan kualitas Liga Indonesia masih kurang begitu baik ketimbang Liga Luar.
Apa yang Harus Diperbaiki Pasca Final Piala Presiden 2025?
Final Piala Presiden 2025 menjadi cukup kompleks bagi sepakbola tanah air.
Satu hal yang perlu diperbaiki, semua adalah rekonsiliasi bibit-bibit lokal, karena PSSI sekarang sangat berfokus pada hasil yang instan ketimbang mengelola pemain lokal dari usia muda.
Lihatlah apa yang dilakukan JFA atau badan organisasi pesepakbola nasional Jepang baik timnas maupun klub.
Saat kita melihat begitu padu dan kuatnya chemistry sepakbola nasional Jepang saat ini, itu tentu tak lepas dari tangan pelatihnya, Hajime Moriyasu dan bibit-bibit yang dikelola dari usia muda.
Melalui perjalanan panjang, Moriyasu juga ikut mengembangkan bibit-bibit muda saat ini sudah sekitar 7-8 tahun melatih timnas Jepang sekaligus membangun bibit-bibit para pemain muda.
Menariknya, Moriyasu belum pernah menyumbangkan gelar bagi timnas inti Jepang. Satu-satunya yang pernah diraih adalah tropi EAFF yang tentu bukan jadi ajang yang bisa dibanggakan buat level Jepang, dan jelas bukan tim inti yang dimainkan.
Kalau tanpa gelar kenapa dipertahankan? Karena federasi sepakbola Jepang (JFA) melihat bahwa Moriyasu berhasil meningkatkan level timnas Jepang, terutama ditunjukkan dengan mengalahkan tim-tim kuat dan lolos 16 besar di Piala Dunia 2022.
Juga ditambah J1 League, ini meliputi klub raksasa Jepang yang mendunia. Meskipun tidak sebesar klub Liga Turki atau Liga Arab, tapi kesuksesan JFA dalam kancah internasional cukup diacungi jempol.
Kawasaki Frontale adalah klub J1 tersukses di Jepang, pertama kali main di Piala Dunia Antarklub 2025 main bersama Real Madrid, PSG, dan banyak lagi. Juga menjuarai J1 League sebanyak empat kali.
Sekarang seharusnya PSSI melihat bagaimana JFA memiliki banyak perkembangan, yaitu bukan fokus pada trofi atau naturalisasi instan. Mereka percaya pada proses, bisa melihat dan menghargai progress












